Bisnis.com, JAKARTA — Pembentukan konsorsium perusahaan bagi implementasi program nasional asuransi usaha tani padi pada tahun ini perlu segera direalisasikan sebab pemenuhan target satu juta hektar lahan pertanian diperkirakan sulit tercapai.
Yasril A. Rasyid, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengungkapkan pembentukan konsorsium perusahaan asuransi menjadi pilihan yang tepat untuk meningkatkan penetrasi produk asuransi bagi ketahanan pangan nasional tersebut. Pasalnya, konsorsium akan memberikan kemudahan dalam distribusi produk asuransi usaha tani padi.
“Kami mengusulkan pola konsorsium sehingga akan lebih banyak perusahaan asuransi yang terlibat. Tentunya dengan saling gotong-royong maka segala masalah dan kendala bisa dikurangi,” ungkapnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Selain itu, Yasril mengungkapkan pemasaran produk tersebut juga dapat dilakukan dengan menggandeng pihak lain, seperti para siswa sekolah menengah kejururan (SMK) atau penyuluh pertanian, sebagai agen asuransi.
Dengan begitu, jelasnya, sosialisasi dan pemasaran produk dapat dimaksimalkan.
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani mengungkapkan keraguannya terkait pemenuhan target produk asuransi yang dipatok seluas satu juta hektar pada tahun pertamanya ini.
“Asuransi usaha tani padi jalan terus dengan target satu juta hektar. Tapi, rasanya sulit tercapai,” ujarnya.
40%
Menurut Firdaus, sejak mulai diperkenalkan pada Oktober 2015 hingga berakhirnya musim tanam pada awal tahun ini asuransi usaha tani padi baru melindungi sekitar 40% dari target luas lahan. Realisasi itu dinilai masih minim mengingat besarnya potensi pasar yang ada.
Firdaus menyoroti sosialisasi produk yang masih belum sesuai harapan. Dengan kendala tersebut, ujarnya, pemasaran produk itu pun belum bisa dilaksanakan di seluruh wilayah yang dicanangkan.
Sebagai informasi, program asuransi yang didorong pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, dan OJK itu mulai dijalankan di 16 provinsi dan 17 kabupaten.
Dengan harga premi Rp180.000/ha, yakni 80% disubsidi pemerintah dan sisanya senilai Rp36.000 ditanggung petani, produk asuransi khusus itu memberikan pertanggungan senilai Rp6 juta/ha.
PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo ditunjuk sebagai satu-satunya pelaksana program tersebut.
“Uji coba di semua provinsi belum bisa karena masalah sosialisasinya. Jasindo juga kekurangan aparat, sehingga dibantu dinas pertaniandi daerah dan bahkan kita minta bantuan babinsa.”
Subsidi
Firdaus menilai otoritas juga tengah menjajaki usulan pemerintah daerah yang ingin menanggung pembayaran sebesar 20% dari premi asuransi tersebut. Dengan demikian, jelasnya, para petani mendapat total subsidi hingga 100% untuk tahap awal implementasinya.
Selain itu, dia berharap pada musim tanam berikutnya sosialisasi produk tersebut dapat kembali digencarkan guna mendorong pemenuhan target asuransi usaha tani padi.
“Memang ada beberapa bupati usulkan, bila perlu biaya premi yang 20% itu dibayarkan pemda,” ungkapnya.
Adapun, Jasindo hingga akhir tahun lalu pihaknya telah berhasil menjamin sekitar 266.000 ha lahan padi.
Perusahaan asuransi umum pelat merah itu pun tercatat telah membayarkan total klaim senilai Rp16 miliar yang diberikan bagi sekitar 2.667 ha lahan pertanian padi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel