Analis: Pelaku Pasar Masih Wait and See, Mencermati Risiko Fiskal

Bisnis.com,28 Mei 2016, 15:05 WIB
Penulis: Veronika Yasinta
Pasar berharap pemerintah menurunkan target penerimaan pajak pada revisi APBN 2016./ilustrasi

Bisnis.com, Tangerang— Kondisi pasar yang saat ini masih wait and see didorong oleh risiko fiskal yang menjadi perhatian utama para pelaku pasar.

Analis Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy mengatakan pasar melihat adanya risiko fiskal dalam anggaran yang disusun pemerintah terutama di penerimaan. Target pertumbuhan pajak masih sulit dicapai pemerintah tahun ini. Dia menuturkan pasar berharap pemerintah menurunkan target penerimaan pajak pada revisi APBN 2016.

“Pertumbuhan pajak sulit didapat tahun ini. Sampai April penerimaan pajak masih dibawah target. Market mengharap revisi anggaran apakah target pajak diturunkan, tax amnesty akan membantu risiko fiskal bisa dikendalikan,” katanya, dalam acara diskusi Optimisme Ekonomi Indonesia, di Tangerang, Sabtu (28/5/2016).

Bisnis mencatat penerimaan pajak nonmigas masih terkontraksi hingga akhir April. Realisasi penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak hanya mencapai sekitar Rp272 triliun. Angka ini turun sekitar 8,1% dari realisasi periode yang sama tahun lalu sekitar Rp296 triliun.

Sementara, Realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas senilai Rp171,3 triliun, lebih rendah sekitar Rp10,4 triliun dibandingkan capaian tahun sebelumnya Rp181,7 triliun.  Pos penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) pun turun sekitar Rp14 triliun

Dari undang-undang pengampunan pajak atau tax amnesty, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari kebijakan itu minimal Rp165 triliun. Leo justru melihat potensi dana repatriasi dari tax amnesty yang bisa diraup hanya Rp30 triliun-Rp60 triliun.

Menurutnya, pemilik dana lebih cenderung untuk declare karena memperhitungkan risiko ekonomi domestik. Leo mengatakan dana repatriasi yang masuk melalu pengampunan pajak membutuhkan instrumen sehingga pemerintah butuh membuat instrumen yang beragam.

Kembalinya dana itu akan memperbesarkan kepemilikan domestik di bond yang mana asing menguasai hampir 40% dan di stock market dikuasai asing hampir 60%.

“Kalau pemilik domestik banyak, jadi kalau ada volatilitas dampaknya ke rupiah lebih stabil. Ini lebih positif ke jangka panjang,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini