Gubernur Jatim Tolak Intervensi LSM Asing di Industri Tembakau

Bisnis.com,06 Jun 2016, 19:15 WIB
Penulis: Dini Hariyanti
Ladang tembakau

Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur tegas menolak campur tangan pihak swasta asing dalam mengurus tembakau dan lebih luasnya industri hasil tembakau atau IHT yang ada saat ini.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo enggan masalah pertanian tembakau dan industri hasil tembakau diurusi lembaga swadaya masyarakat asing. Pasalnya sekarang desakan LSM asing maupun nasional kepada pemerintah RI agar meratifikasi FCTC semakin kuat.

FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) atau disebut pula Konvensi Kerangka Kerja tentang Pengendalian Tembakau. Jatim menilai FCTC adalah agena pihak asing yang berpotensi mematikan industri hasil tembakau yang selama ini jadi tumpuan masyarakat.

“Tidak, tidak ada urusan. Tembakau itu kehidupannya orang Jawa Timur, kenapa harus diprotes dan diatur LSM asing?” ucap Soekarwo di Surabaya, belum lama ini.

Sikap gubernur yang berang terhadap campur tangan LSM asing terkait dengan fakta 26,3% hasil perkebunan di Jatim adalah tembakau. Industri hasil tembakau saat ini pun banyak menyerap tenaga kerja dari provinsi ini sekitar 600.000 orang.

Tenaga kerja langsung itu kemungkinan bakal langsung terimbas apabila pemerintah meratifikasi FCTC. Tidak bisa dipungkiri industri hasil tembakau jadi penghidupan 6 juta masyarakat Indonesia, sekaligus menjadi penyumbang pajak terbesar ketiga kepada negara, Rp173,9 triliun pada 2015.

“Saya tidak mau urusan tembakau diatur LSM asing. Sillahkan mereka mengurus rumah tangganya sendiri. LSM asing mengurus asing saja,” tutur Soekarwo.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47/PMK.07/2016 dibagikan Rp2,79 triliun Dana bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) kepada 16 provinsi dan kabupaten di Indonesia. Angka ini naik sedikit dibanding alokasi dana tahun sebelumnya sebesar Rp2,78 triliun.

Dari alokasi tersebut, Provinsi Jawa Timur dan 39 kabupaten/kota yang ada di wilayahnya mendapat porsi terbesar mencapai Rp 1,43 triliun atau 51,25 persen dari total alokasi DBHCT. Disusul Jawa Tengah di posisi kedua sebesar Rp 633,38 miliar dan Jawa Barat di posisi ketiga sebesar Rp 318,59 miliar.

Ketua Umum Paguyuban Mitra Pelinting Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi menyatakan ketidaksetujuan terhadap FCTC karena ada larangan penggunaan bahan tambahan dalam rokok. Ini bisa mengancam petani cengkih bakal mengingat 95% rokok di Indonesia menggunakan cengkih.

“Kami berharap dan meminta pemerintah Indonesia tetap berkomitmen melindungi industri hasil tembakau nasional secara keseluruhan, yang mencakup petani, pekerja, dan pelaku industri,” katanya dalam siaran pers. Sekarang MPSI menyerap lebih dari 40.000 tenaga kerja secara langsung di berbagai daerah di Indonesia.

Ada beberapa ketentuan yang penuh pro dan kontra lain di dalam pedoman FCTC. Sebut saja dorongan untuk menerapkan di negara-negara anggotanya berupa kemasan polos rokok (pelarangan total pencatuman logo dan merek dagang rokok).

Selain itu, larangan menampilkan produk rokok di tempat-tempat penjualan, larangan total kegiatan iklan, promosi, dan sponsor rokok, pembatasan lahan dan pengalihan tanaman tembakau, serta larangan berinteraksi antara pemerintah dan pemangku kepentingan industri tembakau.

Saat ini Indonesia punya pengaturan pengendalian tembakau berupa Peraturan Pemerintah No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Aturan ini telah mencakup pasal-pasal terkait perlindungan kesehatan masyarakat sekaligus perlindungan anak dari rokok. Bahkan beberapa ketentuan dalam PP 109/2012 sudah lebih ketat dibandingkan dengan FCTC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini