Dipanggil Presiden, KEIN Sampaikan 4 Rekomendasi

Bisnis.com,07 Jun 2016, 12:38 WIB
Penulis: Arys Aditya
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir (tengah) berbincang dengan Wakil Ketua Arif Budimanta (kanan) dan anggota Hariyadi B Sukamdani, seusai mengikuti pelantikan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/1)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA—Presiden Joko Widodo memanggil Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Istana Merdeka, Selasa (7/6/2016), usai memberikan pengarahan terhadap sekitar 2.000 pejabat eselon I dan II pemerintah. Apa saja yang dibahas?
 
Ketua KEIN Soetrisno Bachir menjelaskan, sedikitnya ada empat hal pokok yang akan disampaikan oleh KEIN kepada Presiden. Ketiga hal itu, lanjutnya, adalah persoalan harga pangan yang cenderung naik menjelang Lebaran.
 
Berikutnya, pelambatan laju produk domestik bruto (PDB) alias PDB, suku bunga perbankan yang masih tinggi dan kesenjangan antara industri besar dan usaha mikro, kecil dan menengah.
 
“Untuk kenaikan harga pangan, kami berikan rekomendasi, bagaimana sebetulnya mata rantai distribusi itu bisa dipotong, jadi harga bisa turun. Lalu optimalisasi peran Badan Urusan Logistik yang bisa dikendalikan penuh oleh Pemerintah, jadi tidak semuanya dibebaskan ke importir, jadi kartel kan? Bulog bisa diberikan tugas khusus stabilisasi harga. Bisa sukses itu,” paparnya.
 
Soetrisno mengemukakan, Indonesia sejatinya masih memiliki potensi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi meskipun situasi global masih belum pulih. Dia menyampaikan, level pertumbuhan 5% masih kurang tinggi.
 
Berkaitan dengan hal itu, KEIN juga merekomendasikan penurunan suku bunga kredit perbankan tanpa melalui intervensi oleh Pemerintah. “Sekarang sudah single digit tapi sebetulnya masih bisa turun lagi. Ada potensi. Malaysia bisa, Singapura bisa. Semua murah, suku bunga kita paling mahal di ASEAN,” ujarnya.
 
Dia menuturkan, persoalan lain yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah adalah kesenjangan di internal dunia usaha. Menurutnya, hingga kini langkah-langkah untuk memajukan UMKM masih dilaksanakan sacara teoritis.
 
Contohnya, kata Soetrisno, adalah skema perkebunan inti-rakyat (PIR) atau inti-plasma yang mayoritas tidak berjalan di lapangan, sehingga tidak ada pemerataan penguasaaan lahan sawit.
 
“Usulan adanya petani sawit mandiri plasma kan bohong-bohongan saja, pemiliknya tetap inti. Nah ini betul-betul sawit mandiri diadakan dan didukung pemerintah. Konglomerat bisa sekian juta hektar kan? Nah sekarang, petani sawit bisa memiliki sendiri supaya mandiri. Harus ada program dari pemerintah, bukan hanya wacana,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini