Kapolri Baru Dinilai Tak Berdampak Besar Bagi Penegakan Hukum Ketenagakerjaan

Bisnis.com,13 Jul 2016, 20:42 WIB
Penulis: Ropesta Sitorus
Jenderal Polisi Tito Karnavian mengucapkan sumpah jabatan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) saat pelantikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/7). /Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Pelantikan Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri baru yang menggantikan Jenderal Badroddin Haiti diprediksi tidak akan memberikan dampak besar bagi persoalan ketenagakerjaan di Tanah Air. 

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai sah-sah saja masyarakat memberikan harapan lebih kepada Kapolri baru pilihan Presiden Jokowi tersebut. 

"Namun demikian saya menilai pergantian Kapolri saat ini tidak akan berdampak signifikan pada masalah penegakkan hukum di sektor ketenagakerjaan," katanya, Rabu (13/7). 

Timboel mengatakan ada banyak pasal pidana yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan seperti Pasal 43 UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh ; Pasal 185, Pasal 186 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Pasal 55 UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dan lain-lain. 

Masalah pelanggaran hak berserikat pekerja buruh sudah sering terjadi namun Pasal 28 Jo. Pasal 43 UU no. 21 tahun 2000 tidak menjadi sebuah pengetahuan Polisi dalam menyikapi laporan pelanggaran berserikat yang disampaikan pekerja buruh.  

Menurutnya, sekalipun laporan pelanggaran hak berserikat tersebut sudah didukung minimal dua alat bukti namun tetap saja Pasal pidana di Pasal 43 tsb tumpul dimata para penyelidik dan penyidik. 

"Setelah 14 tahun UU no. 21/2000 berlaku baru ada satu pelaku pelanggar hak berserikat yang dibui, itu pun setelah pihak kepolisian didemo berkali kali oleh SP/SB. Baru hanya satu yang diproses dari ratusan laporan pelanggar hak berserikat yang dilaporkan," ujarnya. 

Selain itu, pelanggaran hak pekerja buruh dalam mendapatkan upah minimum yang dijamin Pasal 90 UU no. 13 tahun 2003 juga sering terjadi secara kasat mata. Namun laporan yang masuk juga jarang ditindaklanjuti kendati ada ancaman pidana sesuai pasal 185 UU tersebut. 

"Sudah banyak laporan terkait pelanggaran upah minimum yang masuk ke kepolisian namun selalu berujung pada penghentian perkara. Demikian juga penggunaan Pasal 186 terkait upah yang tidak dibayarkan pada saat proses PHK kerap kali luput dari perhatian pihak kepolisian," tambahnya. 

Timboel melanjutkan, serikat pekerja / serikat buruh sudah sering menyampaikan usulan perlunya desk khusus perburuhan di setiap Polda agar masalah pidana ketenagakerjaan dapat ditindaklanjuti. 

Sayangnya usulan tersebut tidak pernah ditanggapi positif baik dari pimpinan Polri pusat maupun daerah. 

"Malah banyak terjadi kriminalisasi terhadap aktivis SP SB maupun pekerja buruh yang berselisih dengan pengusaha. Dengan kriminalisasi maka PHK akan sangat mudah dan murah dilakukan. Polisi terlalu berpihak kepada pengusaha," bebernya. 

Meski sebagian kalangan menitipkan harapan kepada Kapolri baru, Timboel mengatakan dirinya tetap pesimistis bahwa Tito dapat mengubah wajah Kapolri menjadi adil dan profesional dalam masalah ketenagakerjaan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Andhika Anggoro Wening
Terkini