PEMBIAYAAN SYARIAH: Kinerja Stagnan, Prinsip Bagi Hasil Belum Menonjol

Bisnis.com,14 Jul 2016, 19:07 WIB
Penulis: Dini Hariyanti
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Nyaris tidak ada perkembangan berarti dalam struktur pembiayaan perbankan syariah sejak awal tahun ini sampai dengan April 2016 dilihat dari jenis akadnya.

Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi pembiayaan pada Maret menuju April stagnan antarjenis akad yang ada. Pembiayaan piutang berakad murabahah tetap mencaplok porsi terbesar dengan nilai yang nyaris sama selama dua bulan ini.

Pada April tahun ini total pembiayaan bank umum dan unit usaha syariah senilai Rp213,48 triliun. Angka ini sama persis seperti pencapaian pada bulan sebelumnya alias Maret. Adapun untuk non-performance financing (NPF) juga sama sebesar Rp10,43 triliun.

Kendati demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan perbankan syariah di Tanah Air tetap mengalami perkembangan khususnya untuk pembiayaan bagi hasil. Dari tahun ke tahun porsinya bertumbuh kendati belum mampu menyaingi pembiayaan piutang berakad murabahah.

Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Buchori menjelaskan secara ideal memang konsep perbankan syariah sejatinya adalah prinsip bagi hasil. Tapi penyaluran pembiayaan dengan akad bagi hasil tidak mudah diterapkan lantaran menyangkut transparansi dan kompetensi SDM.

“Dalam bagi hasil praktiknya sulit karena menuntut transparansi. Oleh karena itu, dibutuhkan SDM yang memiliki kompetensi dalam berbagai bidang usaha agar bisa menelaah tranparansi nasabah dengan baik,” ucapnya kepada Bisnis, Kamis (14/7/2016).

Di dalam prinsip bagi hasil, imbuh Ahmad, mungkin seorang nasabah mudah transparan dan berbagi hasil pada saat rugi. Tapi ketika usahanya memuncak alias berhasil meraup untung, integritas ini menjadi rentan dipertanyakan.

Oleh karena itu, perbankan syariah membutuhkan SDM yang benar-benar kompeten. Orang tersebut harus memiliki pemahaman yang luas mencakup banyak sektor bisnis, sehingga bisa menelaah secara mendalam transparansi seorang nasabah.

“Makanya, sampai sekarang yang dominan adalah pembiayaan piutang murabahah. Karena lebih banyak pembiayan ke sektor konsumtif seperti properti, kendaraan, dan sejenisnya, ini memang lebih cocok dengan akad murabahah,” ucap Ahmad.

Porsi pembiayaan menggunakan akad piutang seperti murabahah terus mengambil porsi terbesar, totalnya mencapai 59,6% pada April. Adapun bagi hasil porsinya baru 36,3%, sedangkan pembiayaan sewa atau ijarah 4,5%. Pencapaian pada bulan sebelumnya berada di level yang sama.

Persentase di atas setara dengan Rp127,23 triliun untuk pembiayaan piutang, Rp77,56 triliun untuk bagi hasil, dan Rp9,53 triliun untuk pembiayaan sewa. Pembiayaan bagi hasil ini bertumbuh 0,7% terhadap bulan sebelumnya, piutang naik 0,7%, sedangkan pembiayaan sewa turun  4,4%.

Pembiayaan piutang di dalam perbankan syariah didominasi murabahah. Financing yang merujuk kepada akad jenis ini nilainya mencapai Rp122,98 triliun pada April tahun ini. Angka ini disertai dengan NPF sebesar Rp6,53 triliun.

Untuk pembiayaan bagi hasil pada April didominasi oleh akad musyarakah senilai Rp63,32 triliun dengan NPF Rp3,43 triliun. Adapun yang terbesar ketiga adalah pembiayaan bagi hasil mudharabah sejumlah Rp14,24 triliun dengan NPF Rp342 miliar.

“Untuk membesarkan pembiayaan bagi hasil dibutuhkan lebih banyak SDM yang kompeten. Sementara perbankan syariah sekarang memang secara kualitatif dan kuantitatif, SDM-nya belum sesuai kebutuhan,” tutur Ahmad.

Menurut Direktur Utama Bank Muamalat Endy Abduurrahman kendala lain yang melingkupi pembiayaan bagi hasil adalah tingkat resikonya yang tinggi. Hal ini bikin perkembangannya terkendala, misalnya terkait aspek sejauh mana bank siap menerima potensi resikonya.

“Sejauh mana mitigasi terhadap resiko tersebut tersedia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini cenderung turun, tingkat potensi resiko makin meningkat,” kata dia kepada Bisnis secara terpisah.

Bagaimanapun otoritas dan pemangku kepentingan perlu melakukan sosialisasi lebih gencar untuk skema akad pembiayaan lain agar tidak melulu didominasi murabahah. Bank sendiri perlu melakukan inovasi produk sehingga akad yang digunakan lebih beragam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Andhika Anggoro Wening
Terkini