Bisnis.com, JAKARTA—Sinarmas Financial Service bersama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menggelar dialog ekonomi terkait tax amnesty untuk para nasabah premium dari pilar-pilar bisnis Sinar Mas.
Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinarmas Group, mengatakan sosialisasi yang dilakukan secara bertahap di daerah dan di pusat ini bertujuan mendorong para nasabah mendeklarasikan aset yang belum dilaporkan ke Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
“Kami mengimbau nasabah premium untuk segera dan secepatnya [deklarasi pajak]. Karena pada September mendatang tahap pertama berakhir. Lebih dari itu nilai tebusan tinggi," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (20/8/2016).
Dalam hal ini, nasabah yang telah telah melakukan repatriasi aset ditawarkan berinvestasi pada produk yang sudah disediakan seperti sekuritas dan properti.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Bank Sinarmas Tbk. Freenyan Liwang mengatakan program pengampunan pajak tidak hanya membawa efek positif bagi fiskal Indonesia, namun juga bagi lembaga keuangan pada umumnya.
Pada 2015 sekitar 60% pendapatan negara diperoleh melalui pajak, namun, sejak 2009 perolehan pajak tidak pernah mencapai target. Bahkan, pada tahun lalu pendapatan negara dari pajak hanya mencapai 82% dari target, menjadi yang terkecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah memperkirakan melalui program amnesti pajak, nilai aset yang dideklarasikan dapat mencapai Rp4.000 triliun. Sementara, dana yang akan dibawa pulang dari luar negeri mencapai Rp1.000 triliun.
Deklarasi aset dan repatriasi diharapkan akan menghasilkan pemasukan pajak sebesar Rp165 triliun. Dana repatriasi ini akan masuk ke berbagai instrumen keuangan seperti obligasi, surat berharga negara, pasar modal, pasar uang dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
Berdasarkan laporan Global Financial Integrity, pada periode 2004 – 2013 uang yang keluar dari Indonesia mencapai US$180,71 miliar atau sekitar Rp2.100 triliun.
Indonesia menjadi negara di urutan sembilan dunia yang memiliki pelarian dana terbesar ke luar negeri setelah China, Rusia, Meksiko, Malaysia, India, Brasil, Afrika Selatan, dan Thailand.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel