Pengetatan Impor Jagung Diklaim Picu 2 Dampak Besar

Bisnis.com,24 Agt 2016, 05:23 WIB
Penulis: Sri Mas Sari
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Pengetatan impor jagung sejak awal tahun oleh pemerintah dianggap menguntungkan produsen benih kendati di sisi lain memukul produsen pakan ternak.

Dengan alasan menjelang panen raya, Menteri Pertanian Amran menahan 353.000 ton jagung impor bahan baku pakan ayam di pelabuhan Januari lalu. Akibatnya, harga pakan melesat karena kekurangan pasokan bahan baku yang selanjutnya memicu kenaikan harga daging ayam di pasaran.

Tak cukup di situ, pemerintah menerapkan impor jagung satu pintu melalui Perum Bulog. BUMN pangan itu ditugasi mengimpor jagung 600.000 ton hingga akhir tahun. Di sisi lain, pemerintah mematok harga jagung di tingkat petani Rp3.150 per kg.

Namun, sejumlah produsen benih jagung merasakan imbas positif dari kebijakan pemerintah tersebut. PT Syngenta Indonesia, produsen benih jagung hibrida di Pasuruan, Jawa Timur, mencatat kenaikan permintaan selama tahun berjalan.

Dari target penjualan tahun ini sebanyak 5.000 ton, realisasi selama Januari-Agustus sudah 3.000 ton atau naik 10% dari pencapaian periode sama tahun lalu.

"Memang ada peningkatan permintaan. Kami melihat harga jagung petani lebih baik dari tahun lalu sehingga petani tertarik menanam jagung," kata Head of Marketing PT Syngenta Indonesia Dedy Koerniawan, Selasa (23/8/2016)

Kenaikan permintaan itu juga dipicu oleh program subsidi benih yang digalakkan pemerintah. Permintaan yang tinggi terutama berasal dari sentra-sentra produksi jagung, seperti Sumatra Utara dan Gorontalo. Syngenta menjual benih jagung hibrida NK pada kisaran Rp55.000-Rp75.000 per kg.

Untuk mengantisipasi kenaikan permintaan, anak perusahaan Syngenta AG, perusahaan benih dan pestisida global asal Swiss, itu akan menambah kapasitas produksi benih jagung yang saat ini 5.000 ton. Namun, Dedy belum bersedia mengungkap detail rencana itu.

Di sisi lain, pengusaha pakan ternak mengaku tetap kesulitan mendapat pasokan jagung dari dalam negeri. "Nyatanya kami kesulitan memperoleh suplai. Tidak tahu jagungnya ada di mana," ungkapnya Asosiasi Pengusaha Pakan Indonesia (APPI) Sudirman.

Jika pasokan mencukupi, lanjut Sudirman, produsen pakan ternak sebetulnya lebih memilih jagung lokal karena kualitasnya lebih baik. Jagung impor, tuturnya, berkualitas lebih rendah karena merupakan stok lama.

Data produksi jagung tahun lalu yang dilansir BPS pun memantik pertanyaan. Menurut Sudirman, kapasitas penyimpanan di dalam negeri (silo dan warehouse) hanya 2 juta ton.

Saat puncak musim panen yang biasanya jatuh Maret-Mei, produksi bisa mencapai 65% dari total produksi setahun. Berpatokan pada angka BPS sebanyak 19,6 juta ton, maka puncak panen tahun lalu bisa menghasilkan sekitar 12 juta ton. Artinya, ada 10 juta ton yang tidak dapat ditampung oleh gudang di dalam negeri.

Adapun ekspor jagung selama ini hanya 200.000 ton per tahun. "Pertanyaannya, di mana jagung yang sekitar 9 juta ton itu?" ujar Sudirman.

APPI menyebutkan kebutuhan jagung pabrik pakan ternak tahun ini 8,6 juta ton, naik tipis dari angka tahun lalu 8,4 juta ton.

Di sisi lain, Kementan menuding pabrik pakan ternak enggan bermitra dengan petani jagung. Dalam catatan kementerian itu, hanya 18% industri pakan yang bekerja sama menyerap jagung petani.

"Kami minta industri pakan serap jagung petani. Ya memang agak mahal-mahal sedikit, cuma ini keseimbangan demand dan produksi," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Agung Hendriadi.

Dalam prognosa Kementan, jagung bakal kelebihan produksi 3,6 juta ton pada akhir tahun. Kementerian itu menghitung produksi jagung tahun ini 24,8 juta ton, sedangkan kebutuhan hanya 22,7 juta ton. Pada saat yang sama, terdapat stok awal tahun 1,5 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini