KPK Diminta Usut Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan Proyek PLTU

Bisnis.com,28 Agt 2016, 05:25 WIB
Penulis: Newswire
Maket gedung baru KPK. /Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Proyek sejumlah pembangunan pembangkit listrik tenaga uap disinyalir beraroma korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi pembebasan lahan untuk PLTU Muara Jawa, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang dilakukan PT Indo Ridlatama Power, anak perusahaan PT Indonesia Power, yang merugikan keuangan Rp3,7 miliar.

"PT IRP melakukan pembebasan lahan untuk keperluan pembangunan PLTU Muara Jawa seluas 46,3 hektare dengan cara diduga merekayasa surat-surat tanah dan jual-beli yang mencurigakan dan pada akhirnya patut diduga terjadi tindak pidana korupsi," kata Bambang Waseso, Direktur PT Energi Bara Utama, di Jakarta, Minggu (28/8/2016).

KPK menerima laporan dugaan korupsi itu dari Andi P Iskandar selaku kuasa hukum Bambang Waseso, Direktur PT Energi Bara Utama, tertanggal 5 Oktober 2015. Namun sampai saat ini belum ada kelanjutan atas laporan tersebut.

PT Indonesia Power merupakan anak perusahaan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang merupakan BUMN.

Lebih jauh Bambang memberikan satu contoh yang terkait kasus tersebut ialah surat pernyataan melepaskan hak garapan atas tanah seluas 2,6 hektare dari 46,3 hektare. "Pada awalnya seolah-olah pemilik tanah sebelumnya Nawir menjual lahan kepada pihak swasta, Donny Juniarto pada 24 April 2011 dengan harga Rp78 juta," katanya.

Kemudian lahan tersebut, kata dia, pada 22 Agustus 2011 oleh Donny Juniarto dijual kepada PT IRP yang diwakili Bambang Pryambodo seharga Rp78 juta.

"Pada 12 November 2013 oleh PT IRP yang diwakili Makmur Marzuki, lahan tersebut dijual kembali kepada Donny Juniarto seharga Rp78 juta. Satu bulan kemudian pada 24 Desember 2013, lahan itu dijual kembali kepada PT Ridlatama Bangun Mandiri yang diwakili oleh Benito Maulana seharga Rp78 juta," sambungnya.

Pada 30 April 2014, lahan tersebut oleh PT Ridlatama dijual kembali kepada PT IRP yang diwakili Makmur Marzuki seharga Rp286 juta, katanya.

Secara logika bagaimana bisa jual-beli secara bolak-balik seperti itu yang pada ujung-ujungnya dijual kembali kepada PT IRP, bahkan harganya bisa melonjak dari Rp78 juta menjadi Rp286 juta dalam kurun waktu tiga tahun, katanya.

Luas tanah 2,6 hektare itu salah satu contoh tanah dari 46,3 hektare persegi untuk pembangunan PLTU tersebut. Sehingga PT IRP melakukan pembebasn lahan untuk keperluan PLTU seluas 46,3 hektar dilakukan diduga dilakukan secara rekayasa, katanya.

Ia mengklaim telah memiliki bahan lengkap pembelian 46,3 hektar di antaranya dari Nawir seluas 2,6 hektare, Abbas 2,6 hektare, Muhammad Noor 2 hektare dan 1,2 hektare.

Dugaan korupsi itu terungkap setelah tanah milik PT EBU dipalsukan suratnya untuk pembangunan PLTU tersebut dengan keterlibatan Plh Lurah Teluk Dalam, Muara Jawa, Kutai Kertanagara.

Kejari Kutai Kartanegara telah menetapkan kasus pemalsuan surat tanah itu, lengkap atau P21 dengan lima tersangka, yakni, Hardiansyah selaku Plh Lurah Teluk Dalam, Noordinsyah, petugas kantor kecamatan, Agus Salim, Winarto dan Junaidi selaku perantara penjualan tanah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini