POLUSI AIR DAN DANAU: Lebih Dari 300 Juta Orang Terinfeksi Penyakit Mematikan

Bisnis.com,31 Agt 2016, 12:03 WIB
Penulis: Juli Etha Ramaida Manalu
Ilustrasi-Pantai tercemar sampah/Antara

Bisnis.com,JAKARTA — Lebih dari 300 juta orang di Asia, Afrika dan Amerika Latin berisiko terjangkit penyakit mematikan seperti kolera dan tipus karena meningkatnya polusi air danau dan sungai.

Hal ini dikemukakan oleh UNEP Program Lingkungan PBB seperti dikutip dari Reuters, Rabu (31/8/2016).

Selama periode 1990-2010, polusi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan mikro organisme lain serta polutan bersifat racun seperti pupuk dan bahan bakar meningkat di lebih dari separuh sungai-sungai yang ada dibenua-benua tersebut. Sementara tingkat keasinan air meningkat hampir sepertiga.

Peningkatan populasi, ekspansi pertanian dan meningkatnya jumlah limbah mentah yang dibuang ke sungai dan danau menjadi salah satu alasan utama dibalik peningktan polusi air permukaan. UNEP menyebutkan hal ini berisiko menginfeksi 323 juta orang di tiga wilayah, Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

 “Isu kualitas air di tataran global dan jumlah orang yang berpotensi terdampak oleh kualitas air yang buruk jauh lebih parah dari yang diprediksi,” sebut Dietrich Borchardt, penulis utama laporan oleh UNEP, seperti diberitakan Reuters, Rabu (31/8/2016).

Namun, dia mengatakan, saat ini masih ada sejumlah besar sungai dengan kondisi baik dan perlu dilindungi.

Laporan tersebut menyebutkan seperempat sungai di Amerika latin, 10% -25% di Afrika, dan 50% dia Asia mengandung polusin patogen, yang sebagian besar disebabkan oleh pelepasan limbah tanpa pengolahan ke sungai dan danau.

Sekitar 3.4 juta orang meninggal setiap tahun karena kolera, tifus, polio atau diare yang diasosiasikan dengan adanya patogen di air.

Diestimasikan sekitar 164 juta orang di Afrika, 134 juta di Asia, dan 25 juta di Amerika Latin berpotensi terinfeksi penyakit-penyakit tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini