Industri Desain Hadapi Kendala Keterbatasan Bahan Baku

Bisnis.com,07 Okt 2016, 11:55 WIB
Penulis: Martin Sihombing
Ilustrasi/ihomedecor.cf

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Lea Aviliani Aziz berpendapat bahwa kendala bagi industri desain Tanah Air yaitu keterbatasan bahan baku berkualitas dan upah yang cenderung rendah.

"60 persen bahan baku untuk desain interior masih impor. Contohnya karpet untuk fasilitas umum seperti bandara, kita belum punya produk lokal jadi 100 persen masih buatan luar negeri," katanya di Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Sulitnya mencari bahan baku menjadi tantangan tersendiri bagi para desainer, terutama saat mereka mengerjakan proyek dari pemerintah yang biasanya harus dilakukan dalam waktu cepat.

Sekitar 80 persen proyek yang dikerjakan desainer HDII saat ini merupakan proyek pemerintah.

"Ini berat buat kami karena di satu sisi pemerintah minta cepat sedangkan kami masih harus menunggu inden bahan baku. Tidak jarang pada akhirnya kami harus menurunkan 'grade' bahan baku. Itu kenyataan yang harus diterima," ujar dia.

Untuk mendukung hasil maksimal dalam pengerjaan proyek pemerintah, Lea mengusulkan supaya para desainer interior dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.

Seharusnya ada 'free tax' seperti di luar negeri, karena kita mendesain untuk pemerintah. Pajak di sini 10 persen masih ditambah PPh, itu kan berat sekali padahal upah desain kami tergolong rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, kata perempuan lulusan Academy of Art University, San Francisco, Amerika Serikat itu.

Menurut HDII yang merupakan anggota Asia Pacific Space Designers Alliance (APSDA) dan The International Federation of Interior Architect (IFI), standar upah yang diterapkan untuk desainer interior di kawasan Asia yakni 15 persen dari nilai total proyek.

Sementara di Indonesia, kata Lea, karya desainer hanya dibayar sekitar 2 persen dari nilai total proyek.

Jadi bisa dibayangkan bagaimana sulit hidupnya desainer, padahal seorang desainer dituntut memiliki wawasan luas, sering pergi ke luar negeri untuk mempelajari berbagai produk, serta membayar gaji pegawai.

Karena berbagai kendala tersebut, Lea Aziz mengakui bahwa saat ini banyak desainer profesional yang memilih mengerjakan proyek di luar negeri daripada di dalam negeri.

Di Indonesia sendiri, kiprah desainer interior dianggap dia kurang diperhatikan masyarakat.

Padahal interior bandara-bandara di Indonesia hampir 90 persen dikerjakan desainer lokal, tetapi nama desainernya tidak pernah muncul, berbeda dengan arsiteknya yang lebih diketahui masyarakat, kata perempuan yang telah tiga dekade menekuni dunia desain interior itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini