Tax Amnesty dan Revolusi Mental

Bisnis.com,07 Nov 2016, 18:24 WIB
Penulis: Hendrik Lim
Hendrik Lim. / Istimewa

Tax amnesty itu langkah cerdas operasionalisasi revolusi mental. Tidak saja cerdas, tetapi juga cespleng dan manjur. Betapa tidak?  Dengan jurus itu, ada ratusan triliun uang tebusan bisa diraup negara. Every body happy!

Namun ia bukan saja semata ratusan triliun uang tebusan yang bisa dikumpulan. Memang fresh money ini manjadi oase resources untuk menggenjot gerak ekonomi, tetapi, ada yang jauh lebih penting, ini: ia menawarkan satu opsi revolusi mental kolektif.

Revolusi Mental, apa kaitannya? Dengan tax amnesti, WP diajak untuk tidak lagi berkutat dengan masa silam. Tidak lagi dibelenggu dengan berbagai macam kekuatiran, baik real maupun imaginer. Menghabiskan energi hanya untuk melihat spion belakang.

Tetapi, dengan tax amnesty, orang diajak untuk menatap ke depan. Pintu belakang masa lalu ditutup. Ditutup dengan segala imbas  kegalauan yang selama ini tak terucap. Kalau ada luka, dark side dan borok, tidak usah lagi dijadikan peta umpet,  dan pat pat gulipat.  Cape!.  Tapi cukup ungkap, akui dan minta penebusan.  Ditebus dari mental seorang “tawanan” menjadi orang “merdeka”. 

Terus apakah ikut tax amnesti, berarti menutup rapat masa lalu yang pasti kelam? Setiap orang, apalagi orang besar, sering, - kalau tidak mau dikatakan selalu- punya dark side, ya  minimal Grey Side.  Pujangga pujangga besar kehidupan sering menuliskan kata bijak-motivasi  “Saya belum pernah ketemu orang besar yang punya masa lalu yang gampang dan lempeng”. 

Anyway siapa sih yang tidak? Dan seluruh hidupnya suci?  Kalau mau dicari- cari pasti ada saja.

Bukan disitu masalahnya. Masalahnya adalah soal Turning around. Kita berhenti untuk melakukan hal-hal yang dulu pernah dilakukan. Kemudian ambil langkah  balik badan, dan menapaki haluan baru.  Melakukan U-turn.  Dengan kata lain “bertobat”.  Melakukan dekonstruksi dan proses unlearn supaya bisa memulai perilaku kolektif baru.  Itulah esensi revolusi mental. Kita berhenti, menjadi sandera masa lalu, yang  hanya terus bereaksi mengikuti irama gendang masa lalu.   

Kalau terus menerus berkutat di masa lampau, dan bertengkar, terus kapan bisa maju? Kalau terus ribut dengan masa lampau, kapan bisa buat cangkul yang kompetitif?    Kalau ribut terus, kapan bisa berhenti jadi pelongo, lihat dan tercengang, ketika negeri tetangga udah pergi ke bulan?

Amnesti berarti pembebasan; bayangkan saja dengan orang yang telah ditebus. Ia akan merasa plong dan tentram. Ia kini tidak perlu lagi membagi resources pikirannya  ke sektor  buritan dan haluan. Tapi bisa fokus tancap gas kedepan. Dan menurut neuroscience, pikiran yang terfokus dan diarahkan pada suatu arah yang kohesif, akan punya tenaga yang amat besar dan kuat seperti magnet.

Tax amnesti berarti mengajak, orang untuk stop berpikiran reaktif, tapi kini masuk dalam alam proaktif. Energi dan resources yang ada pada diri tiap orang pribadi maupun badan-korporasi, kini bisa dicurahkan ke masa depan.  Men-set course haluan kapal ke depan, membangun pertumbuhan, bukan lagi sibuk reaktif untuk menutup kapal bocor, dan  tengok- tengok ke belakang.

Me-revolusi mental itu sama saja dengan kita menekan tombol restart. Kita memulai halaman baru. Ibarat  operating system,  halaman yang lama yang sering hang dan corrupted, kita  bersihkan dengan antidope dan pencet restart. Memulai lembar baru, supaya programming  lama tidak lagi menjadi pengganggu dan pedal rem kemajuan.   Akhir kata,  initiatif Tax amnesti adalah salah satu perwujudan revolusi mental yang cantik. Department-Lembaga lain bisa berlomba lomba mengikiti teladan ini yang digelindingkan kementerian Keuangan ini.

Silence- Hero

Sejauh yang saya bisa ingat,- mudah –mudahan saya tidak salah- ada dua nama, (diluar institusi lembaga Negara)  yang  harus saya acungi jempol dengan keberhasilan sosialisasi dan kawal program amesti ini. Pertama adalah Christianto Wibisono, saya pernah mendengar beliau mengutarakan idea ini beberapa tahun sebelumnya, ketika belum banyak yang memikirkannya.   Dan yang kedua adalah harian Bisnis Indonesia.    

Pada saat awal program Amnesti ini digerakkan, banyak sekali pihak yang nyiyir.  Mereka sepertinya senang sekali kalau bisa melihat program ini gagal dan mengalami aborsi awal. 

Maklumlah saat itu, di fase awal program amnesti, jumlah tebusan amat minim. Tidak seberapa.  Orang orang dan media massa berebut pesimis. Pada saat itu saya melihat Bisnis Indonesia, punya pandangan  lain. Ia menawarkan optimistisme dan berkata lantang dalam headline: Terlalu Awal Untuk Bilang Tax Amnesti Gagal. Ia berteriak sendiri seperti orang di gurun tandus. 

Seiring waktu,  ketika orang berbondong –bondong mensukseskan tax amnesti, kita melihat program ini mencapai momentum gelinding dan  berhasil.   

Jadi kalau saya boleh memberikan medali Revolusi Mental, kedua nama di atas, yang akan saya ingat.  Mengapa? Ini bukan soal tax amnesty semata. Ia sejarah turning around a nation. Suatu big bang dalam revolusi mental.  Amesty hanya sebuah medium.  Medium yang penting tentunya.

 

Penulis: Hendrik Lim

CEO Defora Consulting, penulis buku Indonesia Baru, Mental Baru

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Setyardi Widodo
Terkini