Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan surat berharga komersial atau commercial paper atau SBK kelak bunganya akan lebih murah dibandingkan dengan kredit modal kerja. Pada masa mendatang bank sentral hendak menerbitkan regulasi yang mengatur penerbitan dan perdagangannya.
“Kalau SBDK 9% ditambah profisi jadinya KMK [kredit modal kerja] bunganya 11%, sedangkan commercial paper bisa di bawah 10%,” ujar Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah, di Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Bank Indonesia memproyeksikan bunga SBK bisa berada di bawah 10%, sehingga lebih murah dibandingkan dengan kredit modal kerja (KMK). Perkirakaan ini bisa tercapai apabila didukung pula dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) sebesar 9%.
Surat berharga komersil (commercial paper) akan hadir kembali untuk mengisi jurang antara obligasi setahun dan money market lain dari perbankan. Jadi, imbuh Nanang, nanti SBK akan bersaing dengan kredit modal kerja yang setahun. Ini bagus karena ada kesempatan untuk menciptakan price efficiency.
Ekonom BCA David Sumual menilai keputusan bank sentral hendak menghidupkan kembali SBK sebagai sikap yang terbilang tepat. Dengan catatan, surat berharga ini betul-betul fokus untuk mendanai kebutuhan jangka pendek saja.
Jangan sampai terjadi seperti era 1998 dan sebelumnya. Kala itu terjadi miss match lantaran commercial paper yang seharusnya untuk membiayai jangka pendek malah disalahgunakan untuk kebutuhan jangka menengah panjang. Belum lagi pencatatan yang tidak jelas.
Alhasil, saat krisis moneter menimpa instrumen ini mati kutu. “Kini SBK ini peluang untuk menggairahkan kembali instrumen keuangan asalkan manajemen risikonya baik, tidak seperti 1998,” katanya kepada Bisnis.
David menekankan kepada mitigasi risiko yang ditimbulkan dari penerbitan dan perdagangan SBK. Rencana bank sentral untuk melakukan rating harus dijalankan secara ketat. Selain itu pelaksanaannya harus dimonitor secara kontinyu dan detil.
Terkait bunga, menurutnya, SBK berpeluang lebih rendah dibandingkan dengan kredit perbankan asalkan pasarnya likuid. Apabila pasarnya bagus, surat berharga ini juga membantu mengikis jumlah dana yang diparkir bank di BI yang kini mencapai kisaran Rp350 triliun.
Persiapan bank sentral untuk menerbitkan peraturan soal SBK di saat permintaan kredit tengah melemah dinilai David tak masalah. Menurutnya, yang terpenting adalah menyiapkan pasarnya dulu sehingga ketika permintaan kredit membaik, market-nya sudah tersedia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel