Peluang Ekspor Kepiting Bertelur Dibuka

Bisnis.com,29 Nov 2016, 21:01 WIB
Penulis: Sri Mas Sari
Buruh memisahkan daging rajungan (kepiting perairan dalam) dari cangkangnya, di Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Madura/Antara-Saiful Bahri

Bisnis.com, JAKARTA -- Peluang ekspor kepiting betina bertelur dibuka setelah muncul desakan dari pelaku usaha.

Pemerintah akan memperbolehkan penangkapan kepiting bertelur itu pada musim tertentu, saat komoditas bernomor pos tarif 0306.24.10.00 itu memiliki nilai ekonomi tinggi.

Draf perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1/2015 menyebutkan penangkapan atau pengeluaran kepiting dalam kondisi bertelur diperbolehkan pada awal Desember hingga akhir Februari dengan lebar karapas di atas 15 cm.

Penangkapan dan pengeluaran (ekspor)kepiting bertelur dilarang kembali pada awal Maret hingga akhir November. Pada periode ini, hanya kepiting tidak bertelur dengan lebar karapas di atas 15 cm atau berat di atas 350 gram per ekor.

Pelaksana Tugas Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menjelaskan sistem buka-tutup (open-close season) dari aspek manajemen sumber daya dapat dilakukan.

"Namun, sementara di-review lagi berdasarkan input scientific dan dilihat manfaatnya. Belum final," jelasnya, Selasa (29/11).

Sehari sebelumnya, KKP mengadakan konsultasi publik penyusunan rancangan Permen KP tentang Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan, yang menghadirkan para pemangku kepentingan, mulai dari nelayan, pengepul, eksportir, produsen kepiting kaleng, hingga pemerintah daerah.

Dalam pertemuan itu, sebagian besar pelaku usaha menyampaikan agar aturan tersebut mempertimbangkan karakteristik unik setiap daerah. Pelaku usaha juga  meminta pemerintah agar menerapkan sistem buka-tutup ketimbang melarang sama sekali (Bisnis, 29/11).

Saat ditanya waktu yang dibutuhkan oleh KKP untuk meninjau dan mempertimbangkan usulan stakeholder, Zulficar mengatakan, "Beberapa minggu lagi paling lama."

Berbeda dengan kepiting, draf revisi aturan penangkapan dan ekspor lobster dan rajungan masih sama dengan regulasi saat ini. Lobster yang boleh ditangkap dan diekspor harus dalam kondisi tidak bertelur, memiliki panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 300 gram per ekor.

Sementara itu, rajungan yang boleh ditangkap dan diekspor harus dalam kondisi tidak bertelur, memiliki lebar karapas di atas 10 cm atau berat di atas 55 gram per ekor.

Ketentuan itu dikecualikan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan pengembangan.

Setiap orang yang telanjur menangkap lobster, kepiting, dan rajungan bertelur atau berukuran tidak sesuai dengan ketentuan, wajib melepaskannya jika masih hidup. Jika lobster, kepiting, dan rajungan bertelur itu mati, maka orang tersebut wajib melaporkannya kepada dirjen perikanan tangkap melalui kepala pelabuhan pangkalan yang tercantum dalam surat izin penangkapan ikan (SIPI).

Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) KKP Ngurah N. Wiadnyana menjelaskan penetapan lebar karapas minimal 15 cm sesungguhnya untuk memberikan kesempatan kepiting bakau untuk melakukan paling tidak sekali pemijahan.

Induk betina yang siap memijah (tingkat kematangan gonad IV) yang selama ini tertangkap mempunyai rentang lebar karapas 9,1-17,1 cm dengan berat 170-870 gram per ekor. Pada kondisi banyak makanan, lebar karapas kepiting bakau dapat mencapai 24 cm dengan berat 3,5 kg.

"Dulu tidak ada pengendalian. Makin lama makin menurun ukurannya. Produksi juga menurun," kata Wiadnyana.

Di sisi lain, Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron memandang Permen KP No 1/2015 hanya menekankan aspek ekologis. Dampak positifnya, akan terjadi keseimbangan sumber daya perikanan ke depan. Namun dampak negatifnya, akan terjadi gejolak sosial ekonomi nelayan.

Di sisi lain, kata dia, program pemerintah tentang konservasi perairan sebagai salah satu upaya pemulihan stok sumber daya ikan kurang berjalan. Padahal, konsep itu sangat jitu memulihkan sumber daya ikan tanpa menimbulkan gejolak sosial ekonomi masyarakat.

"Kalau melihat masa lalu, memang (penangkapan lobster, kepiting, rajungan) seperti mobil tanpa rem, bablas. Kemudian melihat Permen (Permen KP No 1/2015) ini, semuanya seperti digembok. Bagaimana kalau lebih baik kita izinkan mobil ini jalan, tetapi kita kasih traffic light," ungkapnya.

Dia mengusulkan, sebaiknya Menteri Kelautan dan Perikanan membuat peraturan yang mempertimbangkan tiga aspek sekaligus, yakni ekologis, ekonomi, dan sosial. Anggota Fraksi Partai Demokrat ini berpendapat open-close season merupakan gagasan yang baik untuk diterapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini