Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan perbankan syariah meyakini rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau finance to deposit ratio pada tahun depan takkan berbeda jauh dibandingkan dengan 2016.
Presiden Direktur PT Bank BCA Syariah John Kosasih berpendapat peluang pelonggaran likuiditas sejatinya sama besar dengan potensi perbaikan pertumbuhan pembiayaan. Guna menjaga likuiditas, menurutnya, yang terpenting pertumbuhan ekonomi lebih bergeliat.
“Kami harap perekonomian tumbuh lebih cepat lagi sehingga saya kira likuiditas pun akan lebih baik. Kami melihatnya dari sisi makro ekonomi, bagaimana agar ini kinerjanya semakin baik,” ucapnya menjawab Bisnis, Rabu (30/11/2016).
Kinerja perekonomian yang lebih baik bakal menggerakkan dunia usaha. Pada sisi lain akan memperbaiki minat masyarakat untuk menempatkan dananya di bank. Pada akhirnya diharapkan bisa menggerakkan permintaan pembiayaan dari bank.
John mengatakan pihaknya meyakini finance to deposit ratio (FDR) BCA Syariah pada tahun depan relatif sama dengan 2016. Perseroan memproyeksikan FDR akan dijaga pada level 90% - 95%. Secara umum bank islami memang menjaga FDR di atas 90%.
Direktur Unit Usaha Syariah PT Bank Permata Tbk. Achmad Kusna Permana menjelaskan rasio pembiayaan terhadap pendanaan harus dijaga pada kisaran di atas 90%. Hal ini bertujuan supaya bagi hasil kepada nasabah kompetitif.
“Bank syariah berbeda dengan bank konvensional, kami justru harus menjaga FDR di posisi optimum. Jadi, bukannya tidak mau merendahkan FDR,” ucapnya menjawab Bisnis secara terpisah.
Achmad yang juga menjabat Sekjen Asbisindo menyatakan bank-bank syariah bisa saja menurunkan FDR untuk menambah likuiditas. Tapi, saat FDR berada di bawah 90% maka bagi hasil kepada nasabah jadi lebih rendah sehingga kurang kompetitif.
Bagi bank syariah, kondisi tersebut bisa berdampak kepada kepercayaan nasabah. Yang terparah ialah customer pergi dari mereka. Oleh karena itu, bank-bank islami ini cenderung selalu menjaga FDR di atas kisaran 90% supaya perolehan imbal hasil efektif.
Misalnya, ketika FDR di kisaran 95% - 98%, margin yang dihasilkan dari pembiayaan kepada nasabah cenderung lebih tinggi dibandingkan apabila dana ditempatkan pada instrumen lain, seperti fasilitas simpanan Bank Indonesia dan sukuk.
Apabila rasio pembiayaan terhadap pendanaan di atas 90%, artinya dari seratus persen dana yang terkumpul dari masyarakat terdapat sekitar 90% di antarannya disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Beda dengan bank konvensional, laju FDR tak dibatasi sedangkan LDR diberi batas maksimum 92%.
Achmad mengaku sejatinya bank-bank syariah bisa memperlonggar likuiditasnya. “Sebetulnya kalau mau membuat likuiditas semakin longgar, bisa. Apalagi sekarang tantangan syariah dan konvensional sama, yakni pembiayaan [atau penyaluran kredit] yang melambat,” ucap dia.
Namun demikian, imbuhnya, sebaiknya bank syariah tidak menurunkan FDR mereka dari level di atas 90%. Pasalnya, rasio likuiditas bank syariah akan menentukan tingkat bagi hasil yang diterima oleh nasabah. Semakin banyak dana simpanan nasabah yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan maka tingkat bagi hasil yang diterima oleh nasabah simpanan akan semakin tinggi.
Pada sisi lain, ada BNI Syariah yang rasio pembiayaan terhadap pendanaannya justru di bawah kisaran 90%. Direktur Utama BNI SyariahImamT. Saptono menyatakan FDR perseroan kini 85%. “Likuiditas kami bahkan berlebih,” ucapnya kepada Bisnis.
Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan rerata FDR bank-bank islami di Tanah Air per Agustus tahun ini sebesar 87,5%. Persentase ini tercatat lebih kecil dibandingkan dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu sejumlah 90,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel