Bisnis.com, JAKARTA -- PT Lippo General Insurance Tbk. menyatakan kerugian komprehensif yang terjadi dalam laporan keuangan semester III/2016 dipengaruhi oleh konsolidasi anak usaha, PT Lippo Life Assurance.
Sebelumnya diberitakan Bisnis.com bahwa Asuransi Lippo Alami Kerugian Rp84 Miliar. Premi Tumbuh Tipis.
Agus Benjamin, Presiden Direktur Lippo General Insurance (LPGI), menuturkan dari rugi komprehensif Rp84 miliar hingga 30 September 2016, sebesar Rp82 miliar merupakan kerugian belum direalisasi atas perubahan nilai wajar aset keuangan.
Dengan begitu, ujarnya, yang menjadi dasar perhitungan kinerja adalah rugi Rp2 miliar. Apalagi sesuai kebijakan perusahaan selama bertahun-tahun, sedangkan laba komprehensif tidak menjadi dasar pembagian dividen.
“Lippo General Insurance masih untung tipis. Konsolidasi menjadi rugi karena menanggung kerugian pada perusahaan anak. Laba berkurang dibanding periode sama tahun lalu, tetapi masih positif,” kata Agus, Rabu (7/12/2016).
Dia tidak bersedia menyebutkan besaran laba LPGI ataupun besaran kerugian yang ditanggung PT Lippo Life Assurance (LLA). Dalam laporan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, LPGI mencatatkan pendapatan premi Rp877,68 miliar.
Realisasi itu tumbuh 1,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp867,06 miliar. Laporan itu juga menunjukkan klaim bruto naik dari Rp512,34 miliar menjadi Rp651,66 miliar pada akhir September 2016, atau naik 27,19% year on year (yoy).
Jika dilihat per sektor, penyumbang klaim terbesar bagi LPGI berasal dari asuransi kebakaran yang membengkak 53,12% dari Rp80,19 miliar menjadi Rp122,80 miliar. Penyumbang klaim lain ialah asuransi kesehatan.
LPGI mencatat klaim itu naik 22,44% dari Rp364,20 miliar menjadi Rp445,92 miliar. Sektor lain-lain juga turut menyumbang beban klaim LPGI hingga akhir triwulan III/2016.
Klaim dari sektor lain itu naik dari Rp10,78 miliar menjadi Rp25,28 miliar.Kendati demikian, secara keseluruhan beban underwriting perusahaan naik 13,88% dari Rp509,60 miliar menjadi Rp580,34 miliar.
Pengurangan ini karena sebagian risiko dialihkan ke reasuransi. Dengan capaian itu aset perusahaan juga mengalami penurunan dari Rp2,22 triliun menjadi Rp2,12 triliun. Adapun solvabilitas perusahaan tercatat sebesar 171,5% dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya sebesar 234,31%. Jumlah ini di atas ketentuan otoritas yang mensyaratkan minimal 120%.
Yasril Y. Rasyid, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Senin (31/10) mengatakan tekanan terjadi di industri asu ransi umum belum reda. Pada awalnya pertumbuhan premi hingga akhir 2016 ditargetkan 15%—20%. Namun, beberapa indikator yang diperkirakan bisa memacu kinerja industri capaiannya justru tidak sesuai dengan harapan pelaku industri.
“Tahun ini pertumbuhan premi sepertinya akan lebih rendah dari proyeksi awal, karena pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan yang awalnya diperkirakan di atas 5%,” kata Yasril.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel