Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia mendorong pemerintah mengembangkan skema asuransi bencana nasional seiring tingginya biaya pemulihan setelah bencana.
Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menuturkan berdasarkan data base risiko gempa bumi dan modelling gempa bumi yang dimiliki PT Reasuransi Maipark Indonesia, estimasi kerugian di wilayah terdampak bencana di Aceh pekan lalu mencapai Rp5,16 triliun. Sedangkan objek yang diasuransikan hanya sebanyak 1.324 objek.
“Angka Rp5,16 triliun itu merupakan exposure maksimal berdasarkan estimasi teknis asuransi. AAUI menawarkan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan mitigasi bencana menggunakan mekanisme asuransi. Dana cadangan bencana dapat dikonversi menjadi premi asuransi,” kata Julian di Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Dengan skema asuransi bencana nasional, maka akan meningkatkan kemampuan negara dalam membantu secara financial korban dan kerusakan akibat bencana. Selain itu, dengan skema asuransi bencana maka keuangan pemerintah akan lebih stabil ketika terjadi bencana skala besar.
Sementa dari objek yang diasuransikan, sebagian besar berupa bangunan(56%). Sedangkan selebihnya mesin-mesin (17%), stok (11%) dan lainnya (16%). Dengan modeling ini, kata Julian, terlihat kerugian ekonomi (economic loss) dibandingkan estimasi yang akan dibayar oleh asuransi kerugian masih terpaut jauh. Perusahaan asuransi hanya membayar sangat kecil kerugian yang timbul.
“Yang mana mengartikan bahwa mitigasi risiko melalui Asuransi belumlah besar. Oleh karena itu harus bisa diwujudkan skema asuransi bencana alam nasional sehingga perlindungan kepada masyarakat lebih luas,” katanya.
Untuk skema ini AAUI, kata dia, menawarkan model public private partnership (PPP) antara pemerintah dengan swasta. Model ini diyakini dapat mempercepat pemulihan. Apalagi saat ini di Indonesia telah ada Maipark yakni perusahaan reasuransi yang bergerak di bidang reasuransi bencana alam.
Dia juga mengingatkan untuk masyarakat yang yang berada di daerah bencana agar mempertimbangkan asuransi sebagai pilihan mitigasi risiko bencana. Juga dibutuhkan kesiapan pendidikan dan pelatihan kebencanaan.
Tindakan ini perlu agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana datang. Selain itu masyarakat di daerah rawan perlu peningkatan kualitas bangunan tahan gempa untuk dapat meminimalkan risiko kerugian yang mungkin timbul.
PENGUNGSI BERTAMBAH
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga hari keenam (12/12) masa tanggap darurat gempa bumi 6,5 skala richter di Aceh, jumlah korban meninggal mencapai 101 orang. Sedangkan 666 orang lainnya dilaporkan menderita luka-luka. Dari jumlah ini 134 orang mengalami luka berat dan 532 orang lainnya luka ringan.
Sementara jumlah pengungsi mencapai 83.838 orang yang tersebar di 124 titik. Pengungsi tersebut berasal dari Pidie Jaya sebanyak 82.122 orang yang ditampung di 120 titik serta 1.716 orang di 4 titik di Kabupaten Bireuen.
Selain itu kerusakan yang dilaporkan sementara meliputi rumah 11.668 unit, masjid 61 unit, meunasah (tempat pertemuan di desa Aceh) 94 unit, ruko 161 unit, kantor pemerintahan 10 unit, fasilitas pendidikan 16 unit, dan lainnya. “Pendataan detil masih terus dilakukan oleh petugas di lapangan,” kata Sutopo Purwo Nugroho,Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel