Kurikulum Pendidikan Vokasional Belum Menjawab Kebutuhan Industri

Bisnis.com,02 Jan 2017, 23:30 WIB
Penulis: M. Nurhadi Pratomo
Program corporate social responsibility [CSR] dapat dicocokkan dengan pelatihan tenaga kerja agar memberi dampak yang berkelanjutan. /Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA — Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai kesenjangan keterampilan antara tenaga kerja dan industri disebabkan kurangnya sinergi antara kurikulum pendidikan vokasional dan kebutuhan industri.

“Perlu ada sinergi antara kurikulum pendidikan di tingkat sekolah menengah kejuruan [SMK] dan politeknik dengan kondisi industri saat ini,” kata Enny kepada Bisnis.com, Senin (2/1/2016).

Enny menjelaskan alokasi pendidikan pemerintah sebesar 20% harus dioptimalkan dengan memberikan pendidikan formal dan informal. Selain itu, diperlukan peran aktif antara seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan sistem pendidikan keterampilan tenaga kerja.

Saat ini, menurut dia, industri perlu mengeluarkan biaya yang besar jika harus menyediakan sendiri pelatihan bagi tenaga kerja. Dengan adanya kerja sama dengan pemerintah, para pelaku usaha dapat menekan biaya tersebut.

“Program corporate social responsibility [CSR] dapat dicocokkan dengan pelatihan tenaga kerja agar memberi dampak yang berkelanjutan,” jelasnya.

Data BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia hingga Agustus 2016 sebesar 5,61%. Terjadi peningkatan dari Febuari 2016 sebesar 5,50%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini