Bisnis.com, JAKARTA — Apex BPR sejatinya bukan hal baru. Tapi menurut Perbarindo, selama ini program itu belum berjalan optimal.
Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto mengatakan, program Apex BPR harus dijalankan menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia. Tapi kenyataannya, saat ini belum bisa demikian. Kendala yang kerap dijumpai adalah perbedaan persepsi antara BPR dan bank umum.
Oleh karena itu, Perbarindo menilai, perlu dilakukan pertemuan ulang guna menyamakan pemahaman. Guna mengoptimalkan apex inipun harus ada regulasi khusus sebagai pendorong.
“Harus didorong dengan regulasi untuk menghasilkan win-win solution. Kalau tidak ada sweetener regulation sulit dijalankan secara optimal,” kata Joko kepada Bisnis, Jumat (6/1/2017).
Melalui apex, bank umum dan BPR diharapkan dapat bergotong royong dalam menyalurkan pendanaan ke lapangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Si pengayom, yakni bank umum yang sumber dananya lebih kuat, alih-alih bersaing justru menjalin sinergi dengan bank perkreditan rakyat.
Bank pembangunan daerah (BPD) menjadi salah satu yang antusias dengan skema kerja sama apex. Sebagai contoh, Bank Jatim terlibat dalam program Apex BPR. BPD ini memberikan pinjaman dengan pola executing kepada BPR untuk diteruspinjamkan kepada nasabah kecil dan berisiko.
Selain pola tersebut ada pula channeling, yakni Bank Jatim memberikan pinjaman kepada nasabah UMKM melalui BPR. Dalam hal ini BPR bertindak sebagai penata kelola administrasi kredit yang tak berwenang memutus kredit kecuali dapat kuasa dari BPD.
Joko Suyanto mengutarakan, salah satu BPD selain Bank Jatim yang turut serta dalam Apex BPR adalah Bank Jateng. Para bank pembangunan daerah ini berlakon seumpama kakak kandung BPR dan mengayomi mereka.
“Apex BPR bisa berfungsi untuk mengantisipasi miss match likuiditas dan linkage program sekaligus sebagai technical assistant,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel