Sentimen Hard Brexit, Rupiah Diprediksi Masih Stabil

Bisnis.com,16 Jan 2017, 20:31 WIB
Penulis: Hafiyyan
Ilustrasi/MediumTermNotes.com

Bisnis.com, JAKARTA--Mata uang rupiah diprediksi bergerak stabil meskipun sentimen hard brexit meningkatkan kekhawatiran pasar.

Sentimen hard brexit mengemuka menjelang pidato Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Selasa (17/1/2017), dan membuat pound sterling anjlok ke level terendah dalam 32 tahun terakhir. Di sisi lain, investor ramai-ramai beralih ke aset haven seperti dolar, yen, dan emas.

Pada perdagangan Senin (16/1) pukul 18:54 WIB, mata uang pound sterling merosot 0,012 poin atau 0,99% menuju 1,20 per dolar AS. Ini merupakan level terendah sejak Maret 1985.

Andri Hardianto, analis Asia Trade Point Futures, menuturkan larinya investor kepada aset haven untuk sementara membuat mayoritas mata uang Asia melemah, termasuk rupiah. Di sisi lain, liburnya pasar Amerika Serikat membuat perdagangan hari ini cenderung sepi transaksi.

Rupiah mengakhiri perdagangan Senin (16/1) dengan pelemahan 0,18% atau 24 poin ke posisi Rp13.362 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.356 – Rp13.368 per dolar AS. Kurs tengah dipatok Rp13.354 per dolar AS.

Mata uang Garuda diprediksi turut mengalami fluktuasi akibat meningkatnya selera investor terhadap aset haven. Namun, depresiasi tidak akan terlampau dalam.

Surplus neraca perdagangan yang dirilis hari ini bisa menjadi penopang kekuatan rupiah dalam sepekan ini. Sementara pada Kamis (19/1) ada rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diperkirakan menghasilkan keputusan untuk mempertahankan suku bunga.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada periode Januari-Desember 2016, Indonesia mengalami surplus perdagangan sebanyak US$8,78 miliar. Angka ini lebih tinggi dari surplus neraca perdagangan 2015 sebesar US$7,67 miliar.

"Dua faktor internal ini akan menopang penguatan, sehingga membuat rupiah masih menarik untuk dikoleksi investor," ujar Andri saat dihubungi Bisnis.com, Senin (16/1/2017).

Efek hard brexit juga tidak secara langsung mengganggu kinerja rupiah, karena hubungan dagang antara Indonesia dan Inggris tidak terlalu besar. Proyeksi ini bisa dilihat dari gejolak pasar uang saat referendum pertengahan tahun lalu.

Pada perdagangan 24 Juni 2016, rupiah berada di posisi Rp13.391 per dolar AS, anjlok 1,08% atau 143 poin. Namun, mata uang Garuda berhasil kembali ke level 13.200 dalam dua sesi perdagangan selanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini