287 Nelayan RI Jadi Korban Perdagangan Manusia di LN

Bisnis.com,24 Jan 2017, 21:03 WIB
Penulis: Sri Mas Sari
Perdagangan manusia/Antara
Kabar24.com, JAKARTA -- International Organization of Migration (IOM) melaporkan terdapat 287 kasus perdagangan manusia dari 2.386 nelayan Indonesia di luar negeri yang mengalami kejahatan terkait illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing. 
 
Selebihnya merupakan kasus sengketa buruh (1.148 kasus), penyelundupan manusia (833 kasus), perdagangan manusia (287 kasus), perikanan ilegal (94 kasus), dan penyalahgunaan narkoba (6 kasus). 
 
Data itu tercantum dalam Laporan Perdagangan Orang dan Kerja Paksa di Industri Perikanan di Indonesia yang diluncurkan organisasi antarpemerintah di bidang migrasi yang berbasis di Swiss itu, di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
 
Dari 287 kasus human trafficking, sebagian besar diperdagangkan ke Afrika Selatan (135 orang), diikuti Asia Timur dan Asia Tenggara (97 orang), Oceania (26 orang), Timur Tengah (25 orang), Eropa Tengah dan Timur (3 orang), dan Amerika Selatan (1 orang).
 
"Kasus-kasus perdagangan orang yang terdokumentasi di Benjina dan Ambon, walaupun jumlahnya signifikan, sebenarnya hanya potret kecil dari eksploitasi berskala global dan perlakuan sewenang-wenang terhadap nelayan," kata Kepala Misi IOM Indonesia Mark Getchell di sela peluncuran laporan.
 
IOM, lanjutnya, melangsungkan wawancara dengan para nelayan pascapenyelamatan dan mengumpulkan kesaksian tangan pertama tentang sistem perekrutan. 
 
Laporan itu menyebutkan para nelayan bekerja dengan jam kerja berlebihan, mendapatkan makanan tidak layak, bantuan medis yang tidak sewajarnya dan tidak diberikan kebebasan bergerak. 
 
Sebanyak 249 korban melaporkan mereka tidak dibayar untuk pekerjaan yang telah mereka lakukan, 34 korban mengungkapkan mereka hanya dibayar sebagian, 27 nelayan mengemukakan sebagian gaji mereka diambil oleh kapten kapal, dan hanya 7 korban diizinkan menyimpan upah mereka. 
 
Mereka juga dieksploitasi. Sebanyak 186 korban menyatakan bekerja antara 17-20 jam per hari, 89 orang bekerja antara 21-24 jam, dan 12 nelayan bekerja antara 12-16 jam. Tidak ada korban yang melaporkan bekerja di bawah 12 jam per hari. 
 
Para korban juga melaporkan kualitas hidup mereka di tempat eksploitasi umumnya buruk. Sebagian besar korban menganggap tempat tinggal mereka tidak bersih dan tidak diberi makanan, minuman, dan perawatan medis yang layak. 
 
Mereka pun mengalami penyiksaan psikologis dan fisik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini