Dianggap Langkah Maju, ICEL: Jokowi Perlu Jalankan PP Gambut

Bisnis.com,31 Jan 2017, 20:16 WIB
Penulis: Samdysara Saragih
Lahan gambut/Ilustrasicwacwa

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah kalangan meminta Presiden Joko Widodo untuk segera memastikan pelaksanaan PP No. 57/2016 tentang Perubahan PP No. 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Hukum Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Henri Subagiyo menilai terbitnya PP 57/2016 sebagai langkah maju pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap ekosistem gambut yang berperan strategis bagi perlindungan lingkungan secara menyeluruh.

Karena itu, tambah dia, seluruh pemangku kepentingan termasuk kalangan dunia usaha seharusnya mendukung pembenahan ini.

Menurut Henri, munculnya sejumlah kalangan yang mempersoalkan regulasi tersebut menunjukkan ketidaksiapan mereka untuk berubah dari pola pengelolaan gambut eksesif menuju pengelolaan yang lebih arif dan berkelanjutan.

“Pada kondisi ini pemerintah dituntut bertindak tegas dengan tetap mengedukasi pihak-pihak yang dirasakan belum siap berubah,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (31/1/3017).

Guru Besar Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengungkapkan berbagai kajian ilmiah telah menunjukkan bagaimana hubungan antara praktik pengelolaan lahan gambut eksesif dan kerusakan lingkungan hidup terutama kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan mengarah pada praktik-praktik pengelolaan yang lebih selaras dengan ekosistem gambut sehingga bisa berkontribusi pada misi negara ini untuk mengakhiri bencana karhutla yang setiap tahun terjadi,” ujarnya.

Bambang berpendapat kajian ilmiah dan ilmu pengetahuan diperlukan untuk mencari jalan terbaik bagi generasi saat ini dan generasi masa depan. Dia menyontohkan ketentuan tinggi muka air tanah 0,4 meter pada lahan gambut dihitung dari tingkat risiko pengeringan air gambut dengan risiko karhutla.

“Apakah masih ada usaha budi daya yang eksis dalam ketentuan itu? Jawabnya masih banyak. Jadi jangan tunggu semua hancur baru kita sadar,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, PP No. 57/2016 mempertahakan ketinggian muka air tanah di lahan gambut sedalam 0,4 m. Level tersebut menjadi ketentuan baku kerusakan gambut fungsi budi daya.

Di tempat terpisah, Peneliti Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan IPB Basuki Sumawinata sebelumnya menilai mustahil bagi tanaman monokultur bisa bertahan dengan tinggi muka air 0,4 m.

Pasalnya, pengelola lahan paling tidak harus membasahi lahan hingga 0,1 m guna mengantisipasi kekeringan di bulan-bulan berikutnya.

Menurut dia, kondisi basah ini tidak cocok untuk komoditas hutan tanaman industri (HTI) akasia dan kelapa sawit yang banyak diusahakan di lahan gambut. “Artinya tanaman itu harus dihentikan dan lahan gambut  budi dayanya dikembalikan jadi fungsi lindung,” katanya.

Jika beralih fungsi, Basuki mengungkapkan akan ada 2 juta ha konsesi HTI dan 1,2 juta ha perkebunan kelapa sawit di lahan gambut budi daya yang terkena dampak.

Padahal, HTI akasia merupakan bahan baku industri pulp dan kertas yang nilai ekspornya mencapai US$5 miliar sedangkan kelapa sawit menyumbang devisa US$18 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini