Agar Mangrove Selamat, Desain Ulang Tambak Pesisir

Bisnis.com,14 Mar 2017, 20:14 WIB
Penulis: Samdysara Saragih
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Antung Deddy Radiansyah memberikan penjelasan mengenai rencana penyelenggaraan Konferensi Mangrove Internasional dan pengelolaan ekosistem mangrove di Jakarta, Selasa (14/3)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta untuk menata ulang konsep budi daya perikanan di pesisir pantai agar tidak merusak ekosistem mangrove.

Guru Besar Ekosistem Mangrove Institut Pertanian Bogor (IPB) Cecep Kusmana menuturkan pembangunan tambak merupakan salah satu ancaman terhadap ekosistem mangrove. Sepanjang 1980-2015, misalnya, luas kawasan berair payau itu berkurang dari 4,25 juta hektare (ha) menjadi 3,2 juta ha.

“Mangrove kita paling luas di dunia. Tapi selama 35 tahun, 24% mangrove kita hilang,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Cecep menambahkan 500.000 hektare (ha) tambak kini berdiri di pesisir pantai Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Agar menihilkan konversi, dia meminta KKP untuk menerapkan sistem silvofisheri. Dalam konsep ini, ikan dan udang dapat dibudidayakan asalkan luas tanaman mangrove dan kolam didesain berimbang.

“Dalam ekosistem mangrove, ikan juga lebih tahan penyakit karena daunnya membelokir enzim berbahaya,” tuturnya.

Di sisi lain, selama ini tambak yang berdekatan dengan ekosistem mangrove memicu polutan karena penggunaan pakan kimia. Untuk itu, Cecep meminta kepada para pembudi daya ikan untuk beralih ke pakan organik yang bersumber dari tanaman mangrove itu sendiri.

Saat ini diperkirakan terdapat 202 jenis tanaman mangrove di Indonesia dengan 156 spesies fauna darat dan laut yang hidup di dalamnya. Rinciannya fauna darat sebanyak 55 spesies dan sisanya jenis fauna laut.

Cecep mengungkapkan KKP paling berkepentingan dengan ekosistem mangrove yang baik karena sekitar 80% siklus hidup fauna laut sangat tergantung dengan kawasan tersebut.

Di samping itu, tambah pengajar Departemen Silvukultur IPB ini, ekosistem mengrove juga memiliki dimensi geopolitik. Eksistensi sebuah pulau terluar, misalnya, ditandai dengan rimbunnya tanaman mangrove yang mencuat di atas permukaan laut.

“Jadi fungsinya mempertahankan keberadaan pulau-pulau terkecil kita. Kalau kita ingin perlebar teritorial, biarkan saja mangrove (merambat) ke laut,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini