Hanya Bayar Bea Keluar 5%, Freeport Dinilai Istimewa

Bisnis.com,21 Apr 2017, 18:33 WIB
Penulis: Gemal AN Panggabean
Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA—PT Freeport Indonesia hanya diwajibkan membayar bea keluar ekspor konsentrat sebesar 5%, sesuai dengan kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) yang telah disepakati pemerintah dan PTFI.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.010.2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar, PTFI yang telah berstatus Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) seharusnya membayar bea keluar sebesar 7,5%.

Sikap pemerintah terhadap Freeport dalam negosiasi ini dinilai lebih istimewa dibandingkan perusahaan pertambangan yang lain.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan masalah yang sama juga dialami beberapa perusahaan perambanagan di Indonesia.

“Saya tidak tahu bagaimana alasan pemerintah memberikan dispensasi itu [kebijakan bea keluar]. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak konsisten dengan aturannya sendiri dan tidak transparan,” katanya saat dihubungi bisnis, Jumat (21/4).

Dia juga berkomentar soal perusahaan asal Amerika Serikat tersebut yang mengajukan izin ekspor. Padahal, PTFI sudah mendapatkan izin ekspor sebesar 1,1 juta ton pada awal tahun ini. Menurutnya, Freeport mengganggap ‘enteng’ terhadap pemerintah dalam polemik tersebut.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan besaran bea keluar untuk PTFI akan dihitung kembali pada Oktober 2017 atau bertepatan dengan habisnya jangka waktu MoU. Hal itu akan dilakukan dengan catatan PTFI tetap berstatus IUPK dan berhak melanjutkan kegiatan ekspornya.

"Setelah ditentukan, misalnya, Freeport tetap mau IUPK dengan segala konsekuensinya, nanti akan dievaluasi sejauh mana status pembangunan smelter-nya," katanya.

Artinya, PTFI berpotensi dikenakan bea keluar sebesar 7,5% sesuai dengan ketentuan apabila progres pembangunan fisik smelternya belum mencapai 30%. Alhasil, potensi mogok ekspor yang terjadi dalam dua bulan ke belakang pun belum benar-benar hilang.

Pasalnya, sejak mendapat rekomendasi izin ekspor pada 17 Februari 2017 dengan kuota sebanyak 1,11 juta ton konsentrat tembaga, PTFI belum juga melakukan ekspor. Menurut Sujatmiko, alasannya karena bea keluar yang dikenakan mencapai 7,5% atau lebih tinggi dari yang dibayarkan sebelumnya sebesar 5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini