Bisnis.com,JAKARTA — Pendapatan industri asuransi jiwa sampai dengan kuartal pertama tahun ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 21% yang didorong oleh pertumbuhan yang cukup signifikan dari sisi pendapatan premi.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan total pendapatan industri asuransi jiwa per Maret 2017 mencapai Rp40,92 triliun atau tumbuh 21,2% jika dibandingkan dengan jumlah pendapatan pada periode yang sama tahun lalu yaitu Rp33,76 triliun.
Berdasarkan data tersebut, pertumbuhan pendapatan industri ditopang oleh pendapatan premi yang meningkat signifikan. Sampai dengan Maret 2017, pendapatan premi asuransi jiwa mencapai Rp33,14 triliun atau naik 27,6% jika dibandingkan capaian pada Maret 2016 yang mencapai Rp25,97 triliun.
Kendati, pendapatan premi mencatatkan pertumbuhan, tetapi hasil investasi industri asuransi jiwa pada kuartal pertama tahun ini justru mencatatkan penurunan. Hasil investasi asuransi jiwa per Maret 2017 mencapai Rp6,54 triliun atau turun sekitar 5,35% jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yaitu Rp6,91 triliun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui pasti instrumen investasi apa yang menyebabkan hasil investasi industri asuransi jiwa mengalami penurunan.
Menurutnya, jika melihat kinerja pasar modal yang menunjukan tren perbaikan, maka seharusnya hasil investasi industri bisa meningkat. Akan tetapi, dia mengungkapkan perbaikan kinerja pasar modal, hanya akan berpengaruh terhadap imbal hasil dari instrumen investasi saham.
“Memang IHSG [Indeks Harga Saham Gabungan] lagi naik dan bagus, tetapi itu kan pengaruhnya hanya untuk instrumen saham. Sementara, perusahaan asuransi jiwa kan instrumen investasinya tidak cuma saham, jadi perlu ditinjau lebih lanjut instrumen mana yang menyebabkan penurunan,” kata Togar kepada Bisnis, Selasa (2/5).
Data OJK menunjukkan, saham menjadi instrumen investasi yang paling diminati pelaku industri asuransi jiwa. Dari jumlah investasi asuransi jiwa yang mencapai Rp365,22 triliun, penempatan investasi pada instrumen saham mencapai Rp118,29 triliun atau mencapai 32,38% dari total investasi.
Kemudian, porsi investasi terbesar kedua berada instrumen reksadana yang mencapai Rp101 triliun. selanjutnya, investasi pada instrumen surat berharga negara (SBN) Rp58,64 triliun, investasi pada deposito Rp40,83 triliun, dan sejumlah dana investasi lainnya ditempatkan pada instrumen investasi lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel