Tak Jamin Nasib Nelayan, FNB Tolak Rencana Perpanjangan Cantrang

Bisnis.com,03 Mei 2017, 18:31 WIB
Penulis: Sri Mas Sari
Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang nelayan menggunakan cantrang./kkp.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Front Nelayan Bersatu menolak rencana perpanjangan izin penggunaan cantrang hingga akhir 2017 karena tak menjamin nelayan lepas dari penindakan oleh aparat hukum di tengah laut.

Ketua FNB Bambang Wicaksana mengungkapkan aparat hukum masih menindak nelayan cantrang meskipun Kementerian Kelautan dan Perikanan menjamin tak akan ada penindakan oleh aparat selama proses pendampingan peralihan alat tangkap Januari-Juni.

"Ini sama saja dengan memperpanjang penderitaan kami. Karena sejak pemberlakuan aturan itu (larangan cantrang) Januari 2015, situasi di lapangan membuat kami seperti terpidana mati yang eksekusinya tidak jelas kapan," ungkapnya, Rabu (3/5/2017).

Menurut dia, aparat pengawas dan keamanan laut memang tidak melakukan penindakan resmi seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi meminta sejumlah uang kepada nelayan cantrang. Jika tidak diberi, awak kapal akan ditangkap. Pungutan liar itu terjadi di perairan Selat Makassar, Laut Jawa, dan sekitar Laut Natuna.

Aparat keamanan menggunakan aturan larangan cantrang yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 71/Permen-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan di WPP RI, sebagai landasan. Pasalnya, janji KKP untuk tidak menindak nelayan cantrang selama proses peralihan alat tangkap tak dituangkan ke dalam produk hukum.

"SE Dirjen (Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap tentang Pendampingan Penggantian Cantrang) dan ucapan lisan tidak punya dasar hukum yang kuat," kata Bambang.

Selain tak menjamin nasib nelayan secara hukum, FNB menilai rencana perpanjangan itu akan memantik kecemburuan nelayan cantrang di provinsi lain. Padahal, mereka menghadapi kesulitan yang sama.

FNB mengusulkan agar aturan larangan penggunaan cantrang dicabut saja mengingat tudingan bahwa jenis alat tangkap pukat tarik itu merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan, lemah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Bunga Citra Arum Nursyifani
Terkini