YLKI: Tarif Telekomunikasi Harus Realistis

Bisnis.com,17 Mei 2017, 20:19 WIB
Penulis: Sholahuddin Al Ayyubi
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara/Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan tarif antarpelaku industri telekomunikasi dinilai sudah tidak realistis karena semakin banyak pelaku yang melakukan banting harga hanya untuk mendapatkan pelanggan tanpa memperhatikan layanan kepada konsumen.

Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengemukakan promo banting harga yang dewasa ini dilakukan sejumlah pelaku telekomunikasi akan menjebak konsumen melalui harga murah yang ditawarkan.

Dia menyarankan agar operator bersaing secara sehat dengan cara menjaga coverage dan services level kepada pelanggan.

"Seharusnya masyarakat tidak perlu meributkan masalah tarif lagi saat ini. Justru masyarakat harus memikirkan bagaimana kualitas layanan yang diberikan kepada operator. Kualitas itu termasuk coverage dan service level,"‎ tuturnya di Jakarta pada Rabu (17/5/2017).

Dia juga menjelaskan saat ini ‎tarif telekomunikasi sudah sangat murah di Indonesia, namun jika tarif tersebut dibandingkan dengan negara lain seperti di wilayah Afrika, tarif telekomunikasi di Indonesia terlihat lebih mahal.

Menurutnya, jika tarif tersebut dibandingkan ‎dengan negara-negara di Asia, tarif di Indonesia masih jauh lebih murah.

"‎Jadi menurut saya, jika industri telekomunikasi ingin tetap sehat, seharusnya regulator seperti BRTI bisa memaksa agar operator telekomunikasi hadir di daerah terpencil, terluar dan terdepan," katanya.

Tulus berharap ke depan ada lebih dari satu pelaku telekomunikasi yang hadir di daerah terpencil, terluar dan terdepan, sehingga masyarakat bisa memilih operator tertentu.

Dia berpandangan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sebagai regulator memiliki kapasitas untuk mendesak agar pelaku membangun infrastruktur di sejumlah wilayah tersebut dan memberikan sanksi kepada operator yang menolak membangun infrastruktur.

"Seharusnya Kemenkominfo bisa memaksa semua operator yang beroperasi di Indonesia agar dapat menggembangkan layanan telekomunikasinya di seluruh Indonesia‎," ujar Tulus.

Secara terpisah, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menyarankan agar Menkominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tidak melakukan pembiaran terhadap penyelenggara jasa telekomunikasi yang melakukan banting harga, karena industri tidak akan sehat.

Menurutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga lambat dalam merespons perang harga yang dilakukan industri telekomunikasi. Dia mendesak agar KPPU segera melakukan kajian dan menindak jika ada pelanggaran dalam persaingan usaha yang tidak sehat.

‎"Pembiaran yang dilakukan oleh KPPU itu yang menurut Ombudsman penting. Sebab itu terjadi mal administrasi,” katanya.

‎Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengatakan industri telekomunikasi harus sustainable. Artinya operator harus menjual layanannya dengan harga yang terjangkau masyarakat.

Selain itu, operator telekomunikasi juga harus mempunyai dana untuk mengembangkan layanannya dan menjaga kualitas yang diberikan kepada konsumennya.

"Sebenarnya operator telekomunikasi itu ingin membuat bisnis atau charity. Jika terus banting-bantingan harga, industri telekomunikasi rusak. Kalau saya jadi pemegang saham perusahaan telekomunikasi, jika ada manajemen yang mengeluarkan produk Rp1 per detik, saya ganti mereka," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Syahran W. Lubis
Terkini
'