Gerakan Nasional Antikejahatan Seksual Menggema!

Bisnis.com,12 Jun 2017, 20:27 WIB
Penulis: Kurniawan A. Wicaksono
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengevaluasi dan kembali mengoptimalkan Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak atau GN AKSA untuk mengatasi massifnya pornografi.

Sujatmiko, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, mengatakan penyebab terbesar dari kejahatan seksual anak (KSA) yakni masifnya pornografi. Apalagi, bahaya pornografi semakin dekat karena tersampaikan melalui gawai atau smartphone.

Sejak 2014, ketika ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2014 tentang GN AKSA hingga terbitnya Undang-Undang (UU) No. 17/2016 tentang Perlindungan Anak, sambungnya, KSA belum mengalami penurunan. Perkembangan KSA, lanjutnya, justru mengalami kenaikan.

“Ini menunjukkan perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap aksi atau program GN AKSA,” katanya seperti dikutip dari laman resmi Kemenko PMK, Senin (12/6/2017).

Menurutnya, evaluasi perlu menyentuh persoalan yang terkait dengan kendala yang menyebabkan kurang maksimalnya GN AKSA. Kendala tersebut seperti pendanaan, sumber daya manusia, hubungan antara kementerian/lembaga, hubungan pusat dan daerah, maupun kendala yang terkait dengan jaringan.

Pasalnya, serangan pornografi bukan lagi hitungan bulan, mingu, atau hari, melainkan sudah masuk hitungan detik. Pornografi, sambungnya, masih menjadi masalah serius bagi pencegahan KSA.

Marwan Syaukani, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Kemenko PMK mengungkapkan tren kekerasan seksual terhadap anak mengalami kenaikan. Setidaknya, terjadi kekerasan terhadap anak sekitar 50-60 tiap minggunya. 75% dari jumlah itu merupakan KSA.

Menurut Marwan, berbagai program pemerintah untuk pencegahan KSA belum efektif. Selain itu sistem pelaporan belum 24 jam serta belum mampu menjangkau pelosok Indonesia. Kendala yang dihadapi juga terkait pemahaman para penegak hukum yang masih lemah terhadap UU No.17/2016.

Selain itu, masih banyak penegak hukum yang masih menggunakan UU. No.35/2014 dalam menjerat pelaku KSA. “Apalagi penanganan aduan masih lambat akibat lemahnya kapasitas lembaga terkait,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini