AMTI: Kebijakan Kemasan Polos Lemahkan Ekspor Tembakau Indonesia

Bisnis.com,13 Jun 2017, 20:25 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, SURABAYA--Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kebijakan kemasan polos tanpa merek bakal menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja ekspor produk tembakau nasional.

Ketua AMTI Budidoyo mengatakan saat ini terdapat beberapa pemberitaan terkait hasil laporan sementara dari Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO terhadap keputusan sengketa dagang kebijakan Australia mengenai kemasan polos tanpa merek.

Pihaknya mempertanyakan keabsahan laporan sementara ini yang tidak diumumkam secara resmi oleh WTO.

"Kami mempertanyakan integritas dari proses sengketa dagang yang sedang berjalan antara Indonesia dengan Australia di WTO. Jika WTO membenarkan kebijakan ini, hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja ekspor tembakau, sekitar Rp6,8 triliun devisa dari surplus ekspor produk tembakau terancam hilang," ujarnya di Surabaya, Selasa (13/6/2017).

Budidoyo menyebutkan berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan Rl, nilai ekspor tembakau dan produk tembakau untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 4% dari US$1 miliar pada 2014 menjadi US$981 juta pada 2015.

Meskipun demikian, lanjutnya, pada 2015 neraca perdagangan produk tembakau masih mencatatkan surplus, di mana ekspor produk tembakau lebih besar daripada impor tembakau di Indonesia yang senilai US$524 juta atau setara dengan Rp6,8 triliun.

Budidoyo pun mengkhawatirkan posisi Indonesia sebagai negara terbesar ke-2 di dunia sebagai produsen-eksportir untuk produk tembakau tidak akan bertahan apabila beberapa negara mulai memberlakukan kebijakan kemasan polos paska keputusan WTO.

Selain Australia, yang telah menerapkan kebijakan kemasan polos tanpa merek sejak 2012, saat ini beberapa negara  lain sedang mempertimbangkan kebijakan tersebut, termasuk negara tetangga di Asia seperti Singapura, Thailand dan Taiwan.

Menurutnya, kebijakan kemasan polos tanpa merek bukan merupakan solusi pengendalian tembakau yang ideal.

"Selain melemahkan daya saing serta potensi ekspor dari produk tembakau lndonesia, kebijakan tersebut sangat diskriminatif, mencederai hak kekayaan intelektual, dan bahkan menimbulkan permasalahan baru yaitu peningkatan peredaran rokok ilegal," katanya.

Dia juga menyebutkan berdasarkan penelitian KPMG, salah satu firma konsultan bisnis terbesar di dunia, tingkat peredaran rokok ilegal di Australia naik dari 11,5% pada 2012 menjadi 14% pada 2015.

Dia pun juga berpendapat kebijakan kemasan polos tanpa merek adalah kebijakan yang tidak memberikan perlindungan bagi merek dagang dan memaksa pelaku usaha untuk bersaing hanya melalui mekanisme harga. Dampaknya akan mempengaruhi keseluruhan value chain industri tembakau nasional, baik dari sisi pertanian maupun dari sisi pabrikan.

Budidoyo menuturkan bahwa tuntutan Pemerintah Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba di WTO adalah langkah yang diperlukan dalam melindungi industri hasil tembakau nasional di mana sekitar 6 juta orang menggantungkan kehidupannya.

Apalagi, industri hasil tembakau merupakan salah satu andalan indonesia dalam penerimaan negara. Porsi penerimaan pajak dari industri ini mencapai lebih dari 10% dari total penerimaan perpajakan. Pada 2016, kontribusi industri rokok nasional mencapai Rp170 triliun dengan serapan tenaga kerja sekitar 6 juta orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini