Penghasilan Supir Turun, Truk Rentan Celaka

Bisnis.com,14 Jun 2017, 17:39 WIB
Penulis: Abdul Rahman
Truk antre di Pelabuhan Merak, Banten/Antara-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA - Turunnya pendapatan supir ditengarai menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi kecelakaan truk akhir-akhir ini, disamping infrastruktur jalan yang kurang memadai.

Chandra Budiman, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah mengatakan, kecelakaan truk yang marak belakangan ini seolah-olah melegitimasi bahwa truk identik dengan monster jalanan.

"Ironisnya, jumlah kecelakaan truk melonjak justru terjadi pada tahun dimana Kementerian Perhubungan sedang berusaha mempopulerkan slogan Truk Pelopor Keselamatan Berlalu-lintas," katanya, Rabu (14/6/2017).

Padahal jika dilihat dari sudut pandang teknologi, truk-truk yang diproduksi saat ini sudah semakin baik dari segi keselamatan.

Oleh karena itu dia menilai faktor psikologis supir menjadi penyebab lain. Salah satunya ada penghasilan supir yang menurun.

Kecilnya penghasilan sering memicu keributan dalam rumah tangga akibat tuntutan dari istri dan anak, antara lain karena semakin naiknya kebutuhan pokok rumah tangga.

"Dalam kondisi psikologis yang kacau balau, mustahil seorang sopir truk bisa mengemudikan truk nya dengan baik," papar Chandra.

Memang, katanya, secara teknis sudah banyak supir truk yang sangat terlatih, berpengalaman dan bahkan bersertifikat.

Namun, dari sisi psikologis mereka tidak membaik bahkan malah sebaliknya.

Turunnya pendapatan supir tak lain disebabkan oleh iklim usaha yang memburuk. Pengusaha angkutan terpaksa melakukan efisensi akibat banyaknya pabrik yang merugi dan memangkas biaya jasa transportasi mereka.

Setelah pengusaha angkutan truk tidak menemukan celah lagi untuk bisa melakukan efisiensi pada semua komponen biaya, penghasilan sopir truk lah yang berada pada posisi paling akhir untuk didepresiasi.

Menurut Chandra, hal itu dilakukan pengusaha karena mereka juga dibebani kewajiban membayar cicilan kendaraan. Ditambah lagi dengan semakin naiknya harga ban, spare parts dan oli yang tidak bisa diimbangi dengan kenaikan ongkos muatan.

Selain itu, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada pengusaha truk juga ikut memperparah kondisi dunia angkutan truk.

Diantaranya adalah seringnya larangan operasional truk di hari-hari libur nasional, kenaikan pajak plat kuning dari 50% menjadi 80%, ketidakpastian pelaksanaan Peraturan Menteri Nomor 134 tentang overtonase dan overdimensi.

"Seharusnya pemerintah bisa lebih menghargai keberadaan perusahaan angkutan truk yang menjadi salah satu pilar pembangunan nasional," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini