BPJS Kesehatan : Dari Rasa Peduli Jadi Gaya Hidup

Bisnis.com,30 Jun 2017, 11:47 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Calon peserta BPJS Kesehatan antre menunggu penyelesaian adminitrasi di kantor BPJS Lhokseumawe, Aceh, Senin (15/5)./Antara-Rahmad

Bisnis.com, JAKARTA -- Wajah Hartini, 57, sumringah. Setelah antre beberapa saat, ia akhirnya berhasil menyelesaikan pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di salah satu toko retail modern di dekat rumahnya di kawasan Depok.

“Meski antre yang penting sekarang tenang karena iuaran bulanan BPJS [Kesehatan] saya sudah lunas,” kata Tini di Depok, Jumat (30/6/2017).

Hari ini, Tini memang sengaja datang ke toko retail itu khusus untuk membayar angsuran. Ia tak bermaksud belanja serupiahpun. Menurut Tini, membayar angsuran di toko retail lebih praktis dibanding bila ia harus pergi ke mesin ATM, atau bank terdekat.

Tini sudah 2,5 tahun menjadi peserta program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ia terdaftar sebagai peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas II atau peserta mandiri. Sebagai peserta mandiri, selama ini Tini selalu berusaha membayar sebelum tanggal 10 agar tidak jatuh tempo. Namun bulan ini, ia mengakui terlambat dari jadwal.

Sebagai peserta mandiri, Hartini mahfum betul bahwa keterlambatannya membayar iuran menyebabkan kartu kepersertaannya untuk sementara non aktif sampai ia melunasi kembali seperti hari ini. Meski sempat terlambat, ia mengaku tetap membayar iuran karena sudah merasakan manfaat dari BPJS Kesehatan.

Sejak menjadi peserta ia sudah beberapa kali berobat ke puskesmas. Pernah sekali berobat ke rumah sakit untuk keluhan pada pendengaran yang ia alami. Menjadi peserta BPJS Kesehatan menurut Tini membuat ia lebih nyaman dan tak perlu khawatir bila sewaktu-waktu terjadi gangguan kesehatan dan harus dirawat di rumah sakit.

"Ya itung-itung buat jaga-jaga dan agar kartunya termanfaatkan," katanya.

Hal lain yang membuat Tini melunasi iuran bulanan adalah karena ia sadar bahwa setiap iuran yang ia bayar bisa membantu orang lain yang membutuhkan. Tini ingat iuran yang dikumpulkan oleh BPJS Kesehatan juga digunakan untuk gotong royong mensubsidi peserta yang sakit.

Manfaat Maksimal

Lain Hartini, lain lagi dengan Trisno. Pekerja di kawasan Industri Cikarang, Jawa Barat ini telah merasakan manfaat maksimal dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sejak 1 tahun terakhir ia selalu rutin melakukan cuci darah di RS Annisa Cikarang.

Ia bersyukur sekarang bisa mendapatkan dukungan pembiayaan melalui kepesertaan BPJS Kesehatan untuk perawatan yang harus ia jalani. Dengan begitu biaya berobat yang ia tanggung relatif menjadi ringan yakni hanya akomodasi. Sedangkan biaya berobat dan perawatan sepenuhnya gratis.

"Saya cuci darah sudah satu tahun terakhir, biayanya sangat terbantu dengan program BPJS [Kesehatan] ini," kata Trisno saat ditemui di RS Annisa.

Trisno mengatakan, iuran BPJS yang ia bayar tidak terasa memberatkan karena sudah dipotong oleh perusahaan dari upah bulanannya. Itupun hanya 1% dari gaji dan sisanya 4% ditanggung perusahaan. Cukup melengkapi administrasi, ia sudah dilayani dengan baik oleh rumah sakit. "Berobatnya di sini [RS Annisa Cikarang] terus," katanya.

Sayangnya tak banyak peserta mandiri yang rajin seperti Hartini. Menurut data BPJS Kesehatan hingga kini masih banyak peserta mandiri yang menunggak angsuran. Bahkan juga banyak peserta mandiri yang menyatakan mundur sepihak dari kepesertaan. Padahal kepesertaan bersifat wajib sesuai amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Rendahnya kesadaran peserta mandiri untuk membayar iuran serta tingginya biaya berobat pasien yang harus ditanggung seperti tergambar dari kasus Hartini dan Trisno menjadi tantangan yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan. Padahal saban tahun pengguna yang memanfaatkan layanan ini terus meningkat.

Hingga akhir Desember 2016, BPJS Kesehatan mencatat terdapat 192,9 juta kunjungan ke layanan kesehatan. Jumlah ini terdiri dari 134,9 juta kunjungan ke Puskesmas, dokter Praktik, hingga klinik. Juga 50,4 juta kunjungan ke poliklinik rumah sakit, serta 7,65 juta layanan untuk kasus rawat inap di rumah sakit .

Hal ini diiringi dengan jumlah peserta terus meningkat. Jumlah peserta hingga akhir 2016 mencapai 171,9 juta dan terus tumbuh menjadi 177,4 juta penduduk pada 1 Juni 2017. Jumlah ini setara dengan 70% dari target nasional perlindungan kesehatan semesta yang ditarget 250 juta orang di 2019.

Pertumbuhan Pesat

Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan pertumbuhan peserta ini sangat pesat. Sebagai perbandingan Jerman membutuhkan waktu lebih dari 120 tahun untuk meningkatkan kepesertaan hingga 80,6 juta penduduk atau setara 85% populasi. Austria memerlukan 79 tahun untuk melindungi 99% populasi penduduk (99%). Sedangkan Jepang menghabiskan waktu 36 tahun untuk kepesertaan 126,7 juta penduduk (100% populasi).

Meski peserta terus tumbuh, Bayu mengakui terdapat tantangan yang masih harus dihadapi badan. Persoalan utama saat ini adalah mengajak lebih banyak penduduk sehat yang diperkirakan mencapai 80 juta orang lagi untuk bergabung menjadi peserta. Kebutuhan ini dikarenakan layanan BPJS Kesehatan baru dapat berkelanjutan jika memiliki sumber pendanaan yang baik dari iuran peserta terutama peserta yang sehat.

Sebagai gambaran 1 kasus pasien gagal ginjal membutuhkan 40 orang peserta sehat setiap kali melaksanakan cuci darah. Untuk 1 pasien deman berdarah dibutuhkan gotong royong dari 80 orang sehat. Sedangkan untuk membiayai pengobatan 1 pasien kanker dibutuhkan dukungan dari 1.253 orang sehat per kali pengobatannya.

Gaya Hidup

Besarnya manfaat yang bisa diberikan BPJS Kesehatan menurut Bayu perlu mendapat dukungan dari seluruh elemen di tengah masyarakat. Karena itu, ia mengharapkan masyarakat sehat yang belum menjadi peserta mau bergontong royong jadi peserta serta dengan tertib membayar iuran.

“Sayangnya, partisipasi masyarakat dari kalangan tersebut belum maksimal," kata Bayu.

Dia mengatakan BPJS telah membuka beragam layanan serta dukungan kemudahan agar kepesertaan di BPJS Kesehatan menjadi gaya hidup. Apalagi dasar utama program ini adalah gotong royong agar seluruh lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses layanan kesehatan yang adil.

Sejumlah inovasi yang dilakukan untuk memudahkan pendaftaran ini seperti pendaftaran melalui telepon, pendaftaran melalui point of service yang ada di kawasan ramai seperti di pusat perbelanjaan, pendaftaran melalui portal BPJS, pendaftaran melalui bank mitra seperti Bank BNI, BRI dan Mandiri hingga pendaftaran melalui aplikasi.

Sedangkan untuk mendukung kemudahan pembayaran iuran, sejumlah kemudahan disiapkan seperti pembayaran melalui bank mitra baik BUMN maupun bank swasta, jaringan toko ritel modern, outlet tradisional hingga toko e-commerce seperti tokopedia dan dompetku.

Kemudahan ini juga didukung dengan pembayaran melalui SMS banking, Auto Debit rekening, mobile banking hingga pembayaran di EDC bank mitra.

Dalam kesempatan terpisah, juru bicara BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan layanan kesehatan ini merupakan wujud nyata relasi nasional. Sistem JKN memungkinkan seluruh penduduk tanpa memandang kewilayahan dapat mengakses fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.

Dia mengatakan program BPJS Kesehatan dapat disatukan dengan kemampuan daerah memberikan layanan kesehatan yang lebih luas kepada masyarakat. Sebagai gambaran per 1 Mei 2017, dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, terdapat 491 wilayah yang memiliki Jamkesda.

Dari angka tersebut, sebanyak 453 Pemda telah mengintegrasikan program kesehatannya ke JKN-KIS. Layanan ini mencakup 16.942.664 jiwa. Dengan upaya yang lebih masif maka diharapkan seluruh masyarakat yang belum tergabung dapat menjadi peserta layanan kesehatan nasional ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini