Rencana Penambahan Utang, Menko Perekonomian: Infrastruktur Kita Ketinggalan

Bisnis.com,10 Jul 2017, 19:10 WIB
Penulis: Dewi Aminatuz Zuhriyah
Menko Perekonomian Darmin Nasution membaca berkas Paket Kebijakan Ekonomi XV di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (15/6)./Antara-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA— Bagi pemerintah, rencana untuk menambah utang bukan serta merta hanya untuk menutup pelebaran defisit melainkan juga sebagai upaya pembiayaan pembangunan infrastruktur Indonesia.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan selama ini infrastruktur Indonesia cukup ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lainnya.

“Barangkali tema yang lebih besar terkait ini [penambahan utang] apakah kita memilih menganut rasio terhadap PDB yang tidak boleh naik tetapi membangun infrastruktur yang sedikit atau minim. Pilihannya itu, [tidak tambah utang] tidak bangun banyak infrastruktur. Itulah yang paling tertinggal di kita, kalau gak membangun kita nggak akan pernah bisa mendekati mereka[negara maju], terlalu jauh sudah kita tertinggal dalam infrastruktur,” terang Darmin dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senin (10/7).

Statement tersebut menyusul kritik DPR terhadap rencana Pemerintah untuk menambah utang.

Menurutnya, sejauh ini rasio utang Indonesia masih di tingkat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Di kesempatan yang sama, Darmin mengatakan jika saat ini Pemerintah dalam hal ini yakni Bappenas tengah mendorong model Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah yang melibatkan banyak swasta di pembangunan infrastruktur.

“Bappenas sedang mencoba mendorong PINA, itu melibatkan lebih banyak swasta di infrastruktur, ada ruang perbaikan walaupun perlu perubahan paradigma, sebagai contoh kita [bandara] Soetta, ada skema swasta masuk tetapi itu milik kita 100%,” terangnya.

Seperti yang pernah dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani,  rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah 30% sedangkan defisit APBN masih berada di kisaran 2,5%.

Dalam akun media sosialnya, Sri Mulyani menjelaskan angka itu sebenarnya masih lebih rendah dibandingkan dengan negara G-20 lainnya. Jumlah defisit serta pertumbuhan ekonomi di atas 5% juga menunjukkan stimulus fiskal yang dikeluarkan memperintah mampu meningkatkan perekonomian.

“Kondisi ini juga menunjukkan bahwa utang menghasilkan kegiatan produktif atau dengan kata lain pemerintah tetap mengelola utang secara hati-hati,” tulis Sri Mulyani dalam akun media sosialnya yang dikutip Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini