Kopi Cold Brew Mungkin Dapat Menyelamatkan Pasar Komoditi Kopi

Bisnis.com,22 Jul 2017, 17:48 WIB
Penulis: Nirmala Aninda
Ilustrasi/Bloomberg

Bisnis.com,  New York – Dapatkah kopi “Cold Brew” merebak pasar komoditas  kopi yang ‘mengantuk’? 

Melonjaknya penjualan minuman pada musim panas  berdampak pada peningkatan penawaran secara meluas bagi perusahaan seperti Starbucks Corp. dan Dunkin’ Donuts.

Bagi produsen dan pemanggang biji kopi, Cold Brew dapat menghasilkan penjualan biji kopi lebih banyak pada momen dimana permintaan biasanya justru menurun.

Kebutuhan untuk menyerap pasokan ekstra sangat penting saat harga kopi arabika di bursa berjangka di New York turun  21% pada tahun lalu dan laju pertumbuhan permintaan di AS diperkirakan akan melambat.

Nilai tambah dari produk Cold Brew adalah proses pembuatannya menggunakan dua kali lebih banyak biji kopi yang sudah digiling.

Menurut perkiraan dari StudiLogic, perusahaan riset pasar global dan bisnis, sejak Februari 2016 hingga Februari 2017, penjualan Cold Brew di AS naik sekitar 80% dari tahun sebelumnya, penjualan hot brew atau kopi panas biasa justru menurun3% dibandingkan dengan  periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Samuel Nahmias, Chief Operating Officer StudiLogic, mengatakan Orang Amerika minum setidaknya 105 miliar cangkir kopi selama Mei 2016-Mei 2017.

Salah seorang pemilik usaha pemanggangan biji kopi Dalis Bros. Coffee di Long Island City, Queens dan Lacas Coffee di Philadelphia, Jonathan Del Re, mengakui kepopuleran kopi Cold Brew saat ini.

“Kami biasanya tidak memiliki produk yang mendorong angka penjualan tapi saat ini dengan adanya Cold Brew justru mengubah jalannya bisnis kami. Musim panas kali ini akan menjadi musim Cold Brew,” ujar Jonathan.

Michael Kapos, vice president of sales di Downeast Coffee Roaster, Rhode Island, mengatakan jika biasanya dibutuhkan enam hingga tujuh ons (0,2 kilogram) biji kopi untuk membuat 3,7 liter kopi panas, Cold Brew membutuhkan 0,4 kilogram. Hal ini membuat harga per cangkir kopi menjadi lebih mahal.

Sebagai contoh, secangkir kopi panas di gerai Starbucks yang terletak di Manhattan dijual seharga US$2,67 sementara Cold Brew dijual seharga US$3,76.

Peningkatan Permintaan

Menurut data dari Departemen Pertanian AS, total konsumsi kopi AS diproyeksikan mencapai rekor pada 2017-2018 dengan peningkatan 1,5%. Peningkatan tersebut tertinggal 4,4% dari tahun sebelumnya.

Meski demikian, Michael beranggapan meningkatnya popularitas Cold Brew mendorong penjualan selama musim panas.

“Ini adalah aliran pendapatan segar untuk perusahaan berumur 64 tahun, karena selain meningkatnya penggunaan bahan baku, permintaan pengiriman untuk minuman siap saji juga meningkat,” ujar Michael.

Peningkatan ini membantu memberikan angin segar kepada pasar komoditi kopi bersamaan dengan menipisnya persediaan kopi di Brazil dan Vietnam sebagai petani kopi top dunia, ditambah lagi dengan isu masalah panen di Kolombia.

Sejak harga biji kopi Arabica berjangka di New York menyentuh level terendah selama 15 bulan pada 22 Juni, harga biji kopi melonjak sekitar 16% pada Kamis (20/7/2017) di level US$1.3520 per pon. Namun masih lebih rendah 6,9% dari tahun sebelumnya.

Menurut Rabobank, stok biji kopi mungkin akan semakin menipis dengan kekurangan produksi selama empat kali berturut-turut.

Diperkirakan jatahnya bisa mencapai 6,8 juta kantong dengan bobot 60 kilogam atau 132 pon per kantong pada tahun panen 2017-2018 yang dimulai pada 1 Oktober.

8 dari 10 pedagang yang di survey oleh Bloomberg memperkirakan reli akan berlanjut hingga tahun ini.

Bagi bullish trader, harga biji kopi Arabica bisa mencapai US$1,45 pada akhir tahun berdasarkan dengan perkiraan rata-rata mereka. Jika Brazil gagal memproduksi stok biji kopi untuk memenuhi permintaan maka harga diperkirakan akan naik lebih tinggi.

Cold Brew

Cold Brew dibuat pada suhu kamar dengan menggunakan air dingin. Tanpa menggunakan energi panas, ekstraksi minyak yang biasanya terjadi pada proses pembuatan kopi panas berusaha dihindari sehingga menghasilkan rasa kopi yang lebih manis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini