Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat masih menahan belanja konsumsi atau aktivitas bisnis dengan memilih menyimpan dana pada tabungan maupun deposito. Hal itu tampak dari laju pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan yang naik lebih tinggi dari pertumbuhan kredit.
Berdasarkan data sementara perkembangan uang beredar Bank Indonesia (BI) sampai Juni 2017, dana pihak ketiga perbankan tercatat tumbuh 10,2% menjadi Rp4.911 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Persentase pertumbuhan itu jauh lebih tinggi ketimbang kenaikan dana pada Juni 2016 yang hanya naik 5,5%. Selain itu, laju pertumbuhan pada paruh pertama tahun ini juga melampaui kenaikan kredit yang hanya sebesar 7,6%.
Secara rinci, sampai akhir Juni 2017 pertumbuhan giro lebih tinggi ketimbang tabungan dan deposito, yakni naik sebesar 11,5% menjadi Rp1.116 triliun bila dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.
Meskipun begitu, pertumbuhan giro cenderung melambat jika dibandingkan dengan Mei 2017 yang naik sebesar 14,5%.
Deposito menjadi instrumen simpanan yang melaju positif, yakni naik 10% menjadi Rp2.222 triliun dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu. Persentase itu lebih tinggi ketimbang Mei 2017 yang naik sebesar 9,2%.
Simpanan tabungan tercatat tumbuh paling kecil setelah naik sebesar 9,7% menjadi Rp1.571 triliun dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu. Kenaikan itu menyusut ketimbang Mei 2017 yang tumbuh 11%.
Direktur Konsumer PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Tardi mengakui, saat ini permintaan lambat bukan disebabkan perlambatan ekonomi, tetapi karena perilaku konsumen dan pelaku usaha yang cenderung menahan pengeluaran, terutama untuk ekspansi bisnis.
“Nah, bagusnya kondisi saat ini adalah posisi suku bunga cenderung stabil sehingga berpotensi membuka peluang masyarakat atau pelaku usaha secara perlahan investasi dalam usahanya,” ujarnya pada Rabu (2/8).
Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Anggoro Eko Cahyo menyatakan kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan kredit mengindikasikan masyarakat memang cenderung menahan belanja.
Sebagai perbandingan, Anggoro mengambil contoh korelasi pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) yang masih rendah dibandingkan dengan peningkatan DPK.
Dalam semester I/2017, total DPK BNI tumbuh 18,5% menjadi Rp463,86 triliun. Sementara itu, pertumbuhan kredit hanya sebesar 15,4% ke level Rp412,18 triliun.
Dilihat dari segmennya, kredit BNI ke lini konsumer hanya tumbuh 10% secara yoy, dengan pertumbuhan terendah pada sektor KPR yakni sebesar 0,8%.
"Karena banyak orang masih menahan spending sehingga dampaknya akan ada di (peningkatan) tabungan atau deposito, selain itu (kenaikan deposito) juga karena memang setiap bank pasti bikin program untuk pertumbuhan deposito," katanya di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Lebih lanjut, Anggoro menilai kecenderungan masyarakat untuk menahan spending lantaran bertambahnya pemahaman dalam mengelola keuangan. Hal tersebut tampak dari pertumbuhan positif dalam sejumlah instrumen investasi, baik produk perbankan maupun nonperbankan seperti reksadana.
"Masyarakat sudah jauh lebih smart dalam spending. Menurut saya sih bagus, enggak selamanya orang harus digenjot terus mengambil pinjaman kalau mereka memang merasa tidak butuh. Cuma dari sisi properti apalagi perumahan perlu didorong supaya ekonomi bergerak," katanya.
Secara terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Bukopin Tbk. Sunarsip menyampaikan penilaian berbeda. Menurutnya, gejala penurunan pengeluaran konsumsi masyarakat bukan disebabkan kecenderungan untuk menahan belanja serta mengalihkannya ke simpanan.
"Terus terang saya agak ragu ya kalau gejala penurunan pengeluaran konsumsi masyarakat tersebut disebabkan karena mereka memilih menahan belanja dan mengalihkannya ke simpanan," katanya kepada Bisnis, Rabu (2/8/2017).
Sunarsip berujar korelasi antara perubahan giro dan deposito tidak terlalu kuat dengan perubahan belanja masyarakat sebab masih didominasi oleh korporasi dan penyimpan besar. Bahkan, dia menduga pertumbuhan giro dan deposito dipengaruhi tambahan dana dari repatriasi tax amnesty.
Fluktuasi tabungan berjangka pendek dinilai lebih lebih mencerminkan tingkat konsumsi masyarakat. Kendati naik sekitar 11% secara yoy sampai dengan Mei 2017, tabungan nasional justru tumbuh negatif secara year to date yakni (-3,60%) dibandingkan Desember 2016.
"Sepertinya memang penurunan belanja ini merupakan persoalan tersendiri, tidak terlalu kuat kaitannya dengan kenaikan angka DPK khususnya giro dan deposito," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel