Konflik Atasnama Agama Berpotensi Terjadi di Asia Tenggara

Bisnis.com,09 Agt 2017, 20:48 WIB
Penulis: Nurudin Abdullah
Gambaran kerukunan antar umat beragama di Indonesia./Istimewa

Kabar24.com, JAKARTA-Perguruan tinggi berbasis pengkajian Islam (Islamic Studies) harus lebih terbuka dengan memasukan studi agama-agama lain, terutama yang berkembang di Asia, bagi mahasiswa jenjang pasca sarjana.

Imtiyaz Yusuf dari Uhidol University, mengatakan keterbukaan itu diperlukan guna meningkatkan pemahaman sarjana, peneliti, dan pendidik Islam tentang bahasa, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di dunia dan Asia.

“Pemahaman sarjana, peneliti, dan pendidik Islam tentang bahasa, kebudayaan, dan agama-agama di dunia dan Asia yang dibutuhkan dalam membangun hubungan antar masyarakat agama yang dialogis,” katanya, Rabu (9/8/2017)

Imtiyaz sebagai Director of the Center for Buddhist-Muslim Understanding, College of Religious Studies, Mahidol University Thailand, berbicara untuk keynote speech konferensi internasional Southeast Asian Islam, Religious Radicalism, Democracy and Global Trends yang digelar PPIM UIN Jakarta,

Menurutnya, pengkajian Islam perlu memasukan kajian akademis tentang agama-agama, terutama agama masyarakat Asia, dalam rangka mencetak sarjana, peneliti, dan pengajar Islam yang memahami keragaman bahasa, kultur dan agama masyarakat Asia sendiri.

Dia menjelaskan pemahaman para sarjana, peneliti, dan pengajar Islam diperlukan bagi terbangunnya dialog dan hubungan antar agama dengan agama-agama Asia lainnya.

Asia Tenggara sebagai bagian dari Asia, lanjutnya, merupakan kawasan geo-kultural yang komplek. Selain keragaman bahasa dan budaya, kawasan itu juga diwarnai dengan beragamnya anutan agama-agama masyarakatnya.

Adapun 2 agama yang cukup mayoritas di kawasan itu adalah Islam dan Buddha, masing-masingnya penganut mencapai 42% dan 40%. Selain keduanya adalah penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Khonghucu, dan agama-agama lokal.

Menurut situs resmi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dia mengingattkan  sebagai kawasan yang relatif beragam, Asia Tenggara memiliki potensi konflik kekerasan dengan mengatasnamakan agama.

Imtiyaz mengatakan keragaman tersebut meniscayakan perlunya bentuk pengetahuan yang lebih baik tentang agama-agama Asia Tenggara para sarjana, peneliti, dan pendidik dalam pendekatan akademis yang seimbang.

“Saat ini, hanya sedikit akademisi muslim Asia Tenggara yang bisa diandalkan dalam kajian akademis, riset, dan dialog dengan agama-agama Asia Tenggara lainnya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini