IMF : Ledakan Utang China Berpotensi Picu Krisis Finansial Baru

Bisnis.com,16 Agt 2017, 16:29 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Mata Uang China/Sciencewatch

Bisnis.com, JAKARTA – Ketergantungan ekonomi China pada utang yang terlalu besar serta ledakan hebat risiko kredit mengantarkan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut menuju krisis finansial baru.

Pada Juli 2017, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) China akan tumbuh 6,7% tahun ini dan 6,4% pada tahun 2018.

Angka itu direvisi naik dari proyeksi IMF sebelumnya sebesar 6,6% dan 6,2% untuk masing-masing periode. Pertumbuhan global yang lebih kuat disebutkan memberi dorongan terhadap China.

Namun IMF mengingatkan tumbuhnya risiko-risiko dalam beberapa tahun mendatang seiring menggelembungnya utang China. Pertumbuhan di China memang telah disangga lonjakan utang yang tumbuh cepat dalam beberapa tahun terakhir.

Utang China menggelembung/telegraph.co.uk-IMF

Pertumbuhan ekonomi beberapa tahun terakhir terlalu bergantung pada banyaknya pinjaman. Utang pun tumbuh lebih cepat daripada keseluruhan ekonomi selama lima tahun terakhir.

“Kredit nominal ke sektor nonfinansial meningkat lebih dua kali lipat dalam lima tahun terakhir, dan total rasio kredit terhadap PDB nonfinansial domestik meningkat 60 poin persentase menjadi sekitar 230% pada 2016,” jelas IMF dalam laporannya, dikutip dari laman The Telegraph, Rabu (16/8/2017).

Utang tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 300% dari PDB pada 2022.

“Pertumbuhan berkelanjutan, yang dapat dicapai tanpa ekspansi kredit yang berlebihan, kemungkinan jauh lebih rendah daripada pertumbuhan aktual selama lima tahun terakhir,” papar sejumlah analis IMF.

Menurut perkiraan IMF, apabila kredit tumbuh pada tingkat yang berkelanjutan, PDB akan dapat meningkat rata-rata 5,3% per tahun dari tahun 2012 sampai 2016, alih-alih mencapai 7,3%.

“Pengalaman internasional menunjukkan bahwa lintasan kredit China saat ini terlihat berbahaya dengan meningkatnya risiko penyesuaian yang mengganggu dan/atau perlambatan pertumbuhan,” tulis laporan tersebut.

Analis IMF mempelajari 43 ledakan kredit yang besar dan menemukan bahwa hampir setiap kasus menghasilkan perlambatan tajam atau krisis finansial. Semua ledakan kredit yang dimulai saat rasio di atas 100%, seperti halnya kasus China, berakhir dengan buruk.

Grafik utang China/Telegraph.co.uk-IMF

“Sebagian pembayaran utang dilakukan melalui struktur pendanaan yang sangat kompleks dan terutama berjangka pendek. Kemudian meluas ke dana deposito hingga pasar antarbank dan produk wealth management, serta melalui jaringan entitas yang kompleks dan saling terkait,” jelas laporan tersebut.

IMF meyakini bahwa utang tambahan dalam beberapa tahun terakhir juga telah digunakan dengan buruk, karena kredit yang diberikan ke sektor industri, perusahaan milik negara dan di wilayah tertentu belum diimbangi kenaikan nilai tambah para peminjam tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa kredit telah digunakan relatif tidak efisien.

IMF memperkirakan, pada 2015 hingga 2016 dibutuhkan kredit baru senilai sekitar 20 triliun renminbi untuk menaikkan PDB nominal sebesar hanya 5 triliun renminbi.

Tingkat kegentingan apa pun dapat dibatasi surplus transaksi berjalan China dan rendahnya utang eksternal. Loan-to-deposit ratio yang rendah di bank-bank di negara tersebut juga dapat membantu menekan pukulan apa pun.

Dalam laporannya ini, IMF mengacu pada pada krisis utang Amerika pada tahun 1980-an, krisis perbankan Jepang pada tahun 1997, serta pengalaman Amerika Serikat (AS) dan Inggris dalam krisis keuangan global sebagai contoh kejatuhan.

Seperti diberitakan sebelumnya, jumlah utang pemerintah, rumah tangga, dan korporasi secara keseluruhan telah mencapai lebih dari US$28,8 triliun atau 258% dari produk domestik bruto.

Bagian terbesar, sekitar US$17 triliun, terkonsentrasi pada neraca perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan milik negara yang menghasilkan barang mulai dari baja sampai batu bara, perusahaan konstruksi, dan pengembang properti.

Permasalahan ini mendesak peran Presiden Xi Jinping untuk dapat mengatasi ledakan utang. Jika tidak, dampaknya dapat memicu krisis finansial sekaligus menimbulkan gejolak di seluruh ekonomi global.

Simak juga Mampukah Presiden China Xi Jinping Redakan Lonjakan Utang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini