Penerapan HET Beras, Kementan Harus Amankan Sektor Hulu

Bisnis.com,27 Agt 2017, 01:47 WIB
Penulis: David Eka Issetiabudi
Pedagang menyortir beras sebelum didistribusikan di Pasar Induk Cipinang Jakarta. /Bisnis-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA--Pedagang beras memilih skeptis soal harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan dapat diterapkan dalam jangka panjang karena pengaruh hasil panen yang menurun akibat kemarau.

Setelah melalui proses dialog yang panjang, akhirnya harga eceran tertinggi (HET) beras dapat disepakati, Kamis (24/8) di Kantor Kementerian Perdagangan.

Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid mengatakan saat musim kemarau, panen petani turun dari yang biasanya 6-7 ton per hektar, menjadi hanya 3 atau 4 ton per hektar. Menurutnya, dengan kondisi tersebut, pasokan di Pasar Induk Beras Cipinang berkurang, dan harga naik.

"Masih masuk buat sekarang, tapi tidak dijamin 1-2 bulan yang akan datang karena kemarau tadi. Kita lihat saja," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (26/8).

Menyikapi sikap skeptis para pedagang tersebut, pihaknya berharap Kementerian Pertanian dapat memastikan sektor hulu perberasan aman, sehingga HET dapat diimplementasikan.

Sementara itu, Bhima Yudhistira, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kegagalan Kementan jaga sektor hulu produksi beras berpotensi mengancam kredibilitas pemerintah.

"Percuma kalau diterapkan HET masalah dihulu nya belum selesai misalnya manajemen pasokan, efektivitas subsidi pupuk, benih dan bantuan alsintan," ujarnya.

HET beras terbentuk dari harga bahan baku, yaitu gabah, dan biaya-biaya pada mata rantai berikutnya, termasuk biaya penggilingan, pengepakan, packaging, hingga margin untuk pedagang eceran, baik di pasar tradisional maupun ritel modern.

"Masalah tata niaga beras bukan hanya terletak di hilir, yang lebih krusial adalah penataan hulu di level petani," ujar Bhima.

Diketahui, penetapan HET beras berbeda-beda di tiap daerah. Harga beras medium dan beras premium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan sebesar Rp9.450 per kilogram dan Rp12.800 per kg.

Sementara itu, untuk wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera sebesar Rp9.950 per kg dan Rp13.300 per kg sedangkan Papua dan Maluku sebesar Rp10.250 per kg dan Rp13.600 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini