NTP Naik, Kelompok Petani Ini Malah Tombok untuk Hidup

Bisnis.com,04 Sep 2017, 20:44 WIB
Penulis: Kurniawan A. Wicaksono
Ilustrasi - Pekerja menyortir biji kopi sebagai komoditas ekspor ke Jepang, Kanada, Hongkong, dan Italia di Pabrik Kopi Banaran milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/7)./ANTARA-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati nilai tukar petani alias NTP pada Agustus 2017 meningkat dan mencatatkan posisi sebesar 101,60, masih ada beberapa kelompok petani yang harus tombok untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, Senin (4/9/2017), kelompok petani yang masih perlu tombok yakni petani tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan budaya.

Hal ini terlihat dari nilai tukar petani (NTP) untuk kelompok petani tersebut. Kendati menunjukkan kenaikan, NTP untuk ketiganya masih di bawah 100. NTP di bawah 100 menunjukkan indeks harga yang diterima lebih rendah dari indeks harga yang dibayar.

NTP tanaman pangan (NTPP) berada di level 98,29, naik 0,85% (month-to-month/m-t-m) dibandingkan posisi bulan sebelumnya 97,46. NTP tanaman perkebunan rakyat (NTPR) sebesar 98,60, naik 1,55% (m-t-m). Selanjutnya, NTP perikanan budaya (NTPi) 99,41, naik 0,25% (m-t-m).

Di sisi lain, nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) ketiganya mencatatkan posisi di atas 100. NTUPP, NTUPR, dan NTUPi masing-masing tercatat sebesar 105,08; 108,54; dan 110,59. NTUP sejatinya lebih menggambarkan keperluan dan kemampuan murni untuk berproduksi.

NTUP diperoleh dengan mengeluarkan indeks konsumsi rumah tangga seperti bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, olah raga, dan transportasi.

Sementara itu, NTP hortikultura (NTPH), NTP peternakan (NTPT), dan NTP perikanan tangkap (NTN) masing-masing sudah berada di atas 100, persisnya secara berurutan 102,35; 108,47; dan 111,53. NTUP ketiganya masing-masing sebesar 113,07; 118,01; dan 121,81.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini