ECB Pertahankan Kebijakan Moneter

Bisnis.com,07 Sep 2017, 19:52 WIB
Penulis: Yustinus Andri DP

Bisnis.com, JAKARTA—Bank Sentral Eropa (ECB) memilih untuk kembali mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgarnya pada pertemuan Dewan Gubernur pada September 2017.

Dalam keterangan resminya, ECB mengatakan, pihaknya masih akan membuka peluang untuk menaikkan jumlah pembelian obligasinya. Langkah itu akan dilakukan jika dirasa masih dibutuhkan meskipun, ekonomi zona euro terus menunjukkan perbaikan.

“Jika prospek dinilai kurang menguntungkan, atau kondisi ekonomi kawasan euro dinilai belum konsisten untuk terus menunjukkan peningkatan inflasi, maka kami siap untuk meningkatkan atau menambah durasi pembelian obligasi,” tulis ECB dalam keterangan resminya, Kamis (7/9).

Dalam pertemuan tersebut ECB mempertahankan suku bunga depositonya pada level -0,40%. Selain itu ECB juga memastikan bahwa aksi pembelian obligasi sebesar 60 miliar euro hingga Desember.   

Adapun, tingkat refinancing utama, yang menentukan biaya kredit, tidak berubah yakni pada level pada 0,00%. Sementara itu, suku bunga overnight ditetapkan sebesar 0,25%.

Keputusan ECB ini sesuai prediksi pasar yang sedari awal memerkirakan bahwa kebijakan moneter akan dipertahankan. Namun demikian, keputusan ini membuat para pelaku pasar kecewa, lantaran mereka menanti gambaran terbaru rencana kebijakan ECB pada tahun depan atau ketika kebijakan pembelian obligasi besar-besaran berakhir pada akhir tahun ini.

Sebelumnya, harapan untuk segera mengakhiri kebijakan moneter ultra-lonnggar telah disuarakan oleh Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble. Dalam hal ini dia menilai suku bunga negatif dan pembelian obligasi besar-besaran tak lagi relevan bagi perekonomian Uni Eropa.

"Saya tidak senang dengan hal itu [kebijakan moneter ECB]. Saya berharap agar kebijakan itu segera berakhir," kata Schaeuble, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (7/9).

Pernyataan Scaheuble tersebut didasarkan pada pandangannya yang memeperkirakan, penundaan dalam mencabut stimulus pembelian obligasi dapat merugikan bank yang memperoleh keuntungan saat imbal hasil dan tingkat suku bunga meningkat. Beberapa bank yang terpapar adalah berasal dari Jerman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini