Volume Transaksi Repo Belum Sesuai Ekspektasi

Bisnis.com,13 Sep 2017, 09:33 WIB
Penulis: Ropesta Sitorus
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (22/8). Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate ke level 4,50 persen atau turun 25 bps dibandingkan bulan sebelumnya. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia mengungkapkan transaksi repurchase agreement atau yang lebih dikenal dengan repo masih di bawah harapan.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsyah mengatakan sejak otoritas mengeluarkan kebijakan 7 Days Reverse Repo Rate, transaksi repo masih belum berjalan sesuai ekspektasi.

Hal itu menjadi tantangan tersendiri guna mendorong perbankan beralih dari transaksi pasar uang antar bank (PUAB) dan FX swap.

"Transaksi repo ini sekarang antara Rp1 triliun - Rp2 triliun per hari. Perkembangannya sangat lambat, padahal ekspektasinya bisa menggantikan transaksi PUAB, setidaknya 50% transaksi PUAB itu beralih ke repo," katanya di Jakarta, Senin (11/9/2017).

Dia menuturkan, ada sejumlah faktor yang menghambat laju perkembangan transaksi repo.

Salah satunya menyangkut pemahaman perbankan terkait perjanjian kontrak yang disebut general master repo agreement (GMRA) yang berbeda-beda antara beberapa kelompok bank.

Nanang mengatakan, BI bersama perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, asosiasi, dan perbankan, tengah melakukan sinkronisasi pemahaman GMRA tersebut.

Poin yang belum sinkron, misalnya, terkait frekuensi margining. Ada kelompok yang memandang butuh waktu tiga hari dan ada yang beranggapan sebaiknya dilakukan secara harian.

"Selain itu, terkait margining process, repo ini pinjam meminjam dengan agunan terutama SBN. Saat harga SBN turun, berarti yang menyerahkan SBN harus lakukan top up, begitu juga sebaliknya. Ini yang belum klop," katanya.

Lebih lanjut, Nanang menuturkan bahea transaksi repo perlu didorong demi memperkuat transmisi kebijakan moneter BI. Selain itu, pasar repo juga dinilai penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan karena berbasis kolateral.

Butuh Waktu

Ekonom PT Bank Central Asial Tbk. David Sumual mengatakan sebagai platform baru, repo masih perlu waktu untuk bertumbuh.

"Sebenarnya ini sudah ada peningkatan, tahun lalu masih Rp800 miliar - Rp1 triliun. Tetapi memang masih banyak tantangan," katanya kepada Bisnis, Selasa (12/9/2017).

David menuturkan, pada dasarnya repo menjadi lebih menarik karena transaksinya menggunakan kolateral. BI pun ingin menggeser instrumen operasi moneter utama ke reverse repo.

Mayoritas bank yang menggunakan fasilitas repo didorong tujuan untuk mengatur likuiditas bukan untuk kebutuhan ekspansi kredit atau lending.

"Kendalanya seperti adanya kredit limit untuk tiap counterparty, padahal repo itu kan hanya dalam mengatur likuiditas. Di sisi lain, mungkin underlying-nya harus diperluas jangan hanya SBN. Negara lain juga sudah bervariasi misalnya obligasi korporasi yang ratingnya triple A," tuturnya.

Mengacu pada data sistem statistik keuangan Indonesia (SSKI) sampai Juni 2017, rata-rata harian transaksi repo berada pada kisaran Rp1,46 triliun dengan rata-rata frekuensi transaksi sebanyak 90 kali.

Nilai rata-rata transaksi itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode Mei 2017 yang sebesar Rp1,31 triliun dengan rata-rata frekuensi transaksi sebanyak 139 kali.

Adapun, sepanjang 2016, rata-rata harian transaksi repo mencapai tertinggi pada September dengan nilai Rp1,88 triliun dengan rata-rata frekuensi transaksi sebanyak 139 kali.

Dihubungi terpisah, Direktur Keuangan dan Treasuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Iman Nugroho Soeko mengatakan transaksi repo tidak terlalu dinimati perbankan karena adanya syarat jaminan.

"Transaksi repo itu kan menjaminkan surat berharga yang dimiliki seperti SUN. Jadi kalau masih bisa cari pendanaan tanpa menjaminkan aset kan lebih baik alternatif itu yang dilakukan," katanya.

Iman menjelaskan transaksi repo outstanding BTN sebesar Rp1,3 triliun untuk tiga transaksi dari periode 3- 4 tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini