Pasar Obligasi: Koreksi Berpeluang Berlanjut

Bisnis.com,17 Sep 2017, 18:50 WIB
Penulis: Emanuel B. Caesario

Bisnis.com, JAKARTA—Koreksi yang terjadi di pasar obligasi selama sepekan kemarin berpeluang tetap berlanjut di pekan ini akibat kondisi pasar obligasi dalam negeri yang secara teknikal sudah jenuh beli.

Pasar obligasi Indonesia selama sembilan pekan berturut-turut sejak 11 Juli 2017 hingga 11 September 2017 lalu memang terus bullish. Hal tersebut tercermin dalam Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang selama periode tersebut sudah meningkat 6% dari 224,23 menjadi 237,72.

Dari waktu ke waktu, posisi indeks ini terus menciptakan rekor baru. Sepanjang tahun berjalan hingga 11 September lalu, indeks sudah tumbuh 14% dengan rekor 237,72. Sementara itu, pada periode yag sama yield Surat Utang Negara tenor 10 tahun pun terus turun hingga mencapai 134 bps di posisi 6,37%.

Namun, sepekan kemarin indeks mencatatkan pergerakan berbeda. Selama empat hari berturut-turut pada 12-15 September 2017, indeks terkoreksi turun hingga mencapai posisi 235,69 pada Jumat pekan lalu. Dengan demikian, indeks telah turun 0,85% atau 2,03 poin dari posisi puncaknya tahun ini.

I Made Adi Saputra, analis obligasi MNC Sekuritas, mengatakan bahwa investor obligasi dalam negeri kini mulai hati-hati setelah melihat pergerakan harga yang agresif selama ini telah mendorong yield Surat Utang Negara (SUN) menjadi sangat rendah, bahkan lebih rendah dari India.

Made mengatakan, selama ini posisi yield SUN untuk tenor 10 tahun selalu berkisar rata-rata 40 bps lebih tinggi dibandingkan surat utang pemerintah India. Namun, sepekan terakhir, yield SUN justru bergerak menjadi lebih rendah dari surat utang pemerintah India.

Berdasarkan data Bloomberg, yield SUN 10 tahun mulai bergerak pada posisi lebih rendah dibandingkan India sejak 8 September 2017, masing-masing Indonesia 6,43% dan India 6,54%. Selama sepekan kemarin, yield SUN bertahan di posisi lebih rendah dibandingkan India, terakhir di posisi 6,5% berbanding 6,6%.

Made menilai, kondisi ini membuat investor menjadi lebih berhati-hati atau tidak lagi seagresif sebelumnya memburu surat utang Indonesia. Apalagi, nilai tukar rupiah bergerak melemah pekan lalu dan terakhir di posisi Rp13.261.

“Sepanjang yield kita masih lebih rendah dari India, kemungkinannya akan ada koreksi lagi ke depannya hingga mencapai level keseimbangan baru. Secara historical, selisihnya 40 bps, kalau India 6,4%-6,5%, kita di 6,8%-6,9%. Namun, tidak tertutup kemungkinan koreksi sudah selesai sebelum mencapai setinggi itu selisihnya,” katanya akhir pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Maftuh Ihsan
Terkini