Bisnis.com, JAKARTA — Rencana penerapan aturan baru rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value) secara spasial atau berbeda setiap daerah diyakini dapat memperkuat mitigasi risiko kredit pemilikan rumah, sehingga rasio kredit bermasalah alias NPL lebih terjaga.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, dalam penyaluran kredit termasuk kredit pemilikan rumah (KPR), bank harus selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian agar pendanaan yang disalurkan tidak bermasalah di kemudian hari.
“Prinsipnya, LTV spasial ini menarik. Dari daerah ke daerah lain itu risiko kredit bermasalahnya berbeda-beda. Bank memang harus mempertimbangkan risiko kewilayahan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/9/2017).
Dia menambahkan, apabila LTV spasial benar akan dijalankan maka bank semestinya dapat memitigasi risiko KPR dengan lebih baik terutama untuk daerah yang terkena dampak fluktuasi harga komoditas. Risiko kredit menjadi bermasalah di daerah seperti ini berpeluang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang tak terimbas.
Selain itu, yang perlu dipertimbangkan lagi adalah level kedaerahan yang akan dibidik LTV spasial. Dalam artian, apakah kebijakan LTV spasial yang berbeda-beda di setiap wilayah ini akan berlaku pada tataran provinsi atau pada level lebih rendah lagi.
“Kalau sampai level kabupaten maka variabelnya menjadi banyak sekali. Penyaluran KPR memang bank secara internal harus hati-hati melihat risikonya krena profil NPL KPR di masing-masing daerah memang berbeda,” ujar Tiko.
Sementara itu, Direktur Konsumer PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Anggoro Eko Cahyo menuturkan, ada baiknya LTV diberlakukan secara berbeda antarwilayah. Hal ini lantaran harga properti di masing-masing daerah berbeda terpengaruh harga tanah yang ada.
“Pelonggaran LTV KPR yang sekarang sudah ada sudah bagus. Kalau LTV jadi spasial akan lebih bagus yang penting pemda dapat lebih bekerja sama dengan pengembang properti, sehingga membantu developer dalam pengadaan lahan,” tuturnya kepada Bisnis secara terpisah.
Belum lama ini Bank Indonesia menyatakan tengah mengkaji aturan LTV yang akan dikenakan secara spasial. Apabila ini diberlakukan maka LTV yang sebelumnya berlaku merata 85% secara nasional akan menjadi bervariasi berdasarkan wilayah.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menjelaskan, rencana tersebut dikaji oleh bank sentral lantaran pertumbuhan kredit properti memiliki perkembangan yang berbeda-beda di antara satu wilayah dengan wilayah lain.
“Kalau kita kaji pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini, yang membuat lemah adalah Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Kalau kita dalami kondisi sektor otomotif atau properti juga berbeda-beda setiap regional,” tuturnya.
Bank sentral telah mengeluarkan kebijakan relaksasi LTV tepatnya sejak Agustus 2016. Hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.18/16/PBI/2016 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
PBI tersebut menetapkan LTV rumah tapak pertama menjadi 85%, rumah kedua 80%, sedangkan yang ketiga dan seterusnya 75%. Besaran yang sama berlaku untuk rumah susun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel