Temuan Audit BPK di BTN, Ini Jawaban Manajemen

Bisnis.com,05 Okt 2017, 15:33 WIB
Penulis: Surya Rianto
Aktivitas layanan di bank BTN./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menyampaikan dalam melakukan klaim asuransi kredit bermasalah perlu menunggu hingga debitur menjadi kategori macet. Pasalnya, debitur bermasalah kategori kurang lancar dan diragukan masih berpotensi membayar kembali.

Hal itu disampaikan bank berkode saham BBTN terkait dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I/2017 yang menyebutkan bahwa perseroan memiliki beberapa hal yang menjadi perhatian yakni, dinilai belum proaktif melakukan klaim asuransi kredit macet senilai Rp366,01 miliar.

Selain itu perseroan belum sepenuhnya melaporkan monitoring hasil realisasi klaim asuransi kredit macet yang telah terbayar.

Direktur BBTN Nixon Napitupulu menuturkan, awalnya total kredit bermasalah itu sekitar Rp380 miliar, tetapi Rp20 miliar sudah membayar kembali sehingga tersisa Rp366 miliar. Semua nilai itu disebut berada pada kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi.  

Nah, temuan BPK itu ada beberapa jenis, dari pelanggaran sampai administratif. Untuk yang ditunjukkan kepada kami ini sifatnya administratif,” ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (4/10).

Nixon melanjutkan, sesuai perjanjian dengan PT Askrindo (Persero) dan PT Jamkrindo (Persero), perseroan boleh melakukan klaim terhadap kredit bermasalah atau bisa melakukan penagihan sendiri.

“Lalu, kredit bermasalah itu kan ada tiga bagian, dari kurang lancar, diragukan, sampai macet. Selama ini, kami baru akan klaim kredit ke asuransi kalau sudah macet, bila masih di kurang lancar ada kemungkinan bisa membayar kembali kok,” lanjutnya.

Dari Rp366 miliar itu, sambungnya, perseroan sudah melakukan klaim senilai Rp150 miliar. Lalu, dari nilai itu sudah ada Rp70 miliar yang kembali lancar.

“Kami pun sudah menjelaskan semuanya kepada BPK terkait hal ini dan tidak ada kerugian negara sama sekali. Ini hanya masalah waktu, karena butuh leg time untuk menagih klaim, intinya kalau benar-benar macet kami pasti klaim,” sebutnya.

Adapun, permasalahan administrasi itu bisa berupa terkait keterlambatan pembayaran KPR subsidi selama beberapa hari atau pekan, tetapi setelah itu kembali melakukan pembayaran. “Kalau yang sudah lima bulan sampai enam bulan enggak bayar, baru itu bisa diklaim,” ujarnya.

Nixon pun menyebutkan, untuk perkembangan NPL dari KPR bersubsidi sejauh ini masih berada pada tingkat yang rendah. “Sampai Agustus 2017 berada pada kisaran 1,68%,” sebutnya.

Sementara itu, bank yang fokus pada kredit perumahan itu juga mendapatkan perhatian dari BPK terkait adanya 5.108  unit rumah KPR subsidi yang belum digunakan oleh debiur. Dari total rumah itu, 538 unit adalah hasil dari cek fisik, sedangkan 4.570 unit laporan dari BTN.

Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), debitur pemilik rumah subsidi harus menggunakan atau tinggal di rumahnya minimal selama satu tahun.

Dalam keterangan resmi, Direktur BTN Handayani menegaskan, perseroan telah memfasilitasi konsumen terkait dengan beberapa persyaratan yang ditetapkan Kementerian PUPR perihal penyaluran KPR Subsidi.

Syarat itu seperti kriteria penghasilan nasabah yang dibatasi untuk mengajukan KPR, surat pernyataan belum memiliki rumah, hingga surat pernyataan dari nasabah untuk menempati rumah subsidi tersebut akan.

Handayani mengungkapkan, selama ini perseroan terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan.

“Sesuai ketentuan Menteri PUPR, Bank BTN telah kooperatif dengan menyediakan data yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta mendampingi di lapangan,” tuturnya.

Namun, dia mengaku tidak menutup kemungkinan jika ada temuan berupa rumah yang belum ditempati karena debitur itu bisa pindah ke kota lain atau akses ke lokasi yang belum memadai.

“Jika dari hasil pengawasan atas KPR Subsidi tersebut terdapat rumah yang tidak dihuni, maka BTN akan melakukan beberapa tindakan lanjutan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini