Skandal Kobe Steel Meruncing, Harga Saham Kian Merosot

Bisnis.com,11 Okt 2017, 13:23 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Bursa Jepang Topix/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Skandal yang melanda Kobe Steel Ltd. sekaligus mengguncang industri Jepang semakin meruncing, setelah produsen baja tersebut menyatakan bahwa pemalsuan data produknya mungkin telah merambat pada produk lain selain tembaga dan aluminium.

“Pembuat baja terbesar ketiga di negara itu menemukan data tentang materi yang gagal memenuhi kebutuhan pelanggan,” ujar juru bicara perusahaan, Yoshitsugu Nishimura, mengonfirmasikan sebuah laporan di surat kabar Yomiuri.

Alhasil, saham perusahaan pun lanjut terkulai. Berdasarkan data Bloomberg, saham Kobe Steel merosot 19,48% ke level 860 pada pukul 12.17 WIB, setelah berakhir anjlok 21,93% di posisi 1.068 pada perdagangan Selasa (10/10).

Skandal pemalsuan data spesifikasi produk Kobe Steel diawali dengan pengakuan perusahaan akhir pekan lalu bahwa stafnya di beberapa pabrik telah memalsukan data produk logam selama bertahun-tahun.

Terungkapnya permasalahan ini merupakan pukulan lebih lanjut bagi reputasi dan kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan industri Jepang.

Kasus ini juga telah mendorong para pelanggannya, mulai dari Toyota Motor Corp. hingga Subaru Corp. kasak-kusuk menentukan apakah mereka telah menggunakan materi dengan data yang dipalsukan.

Nishimura lanjut menjelaskan bahwa sedang ada penyelidikan terkait rincian produk bubuk besi yang dikirimkan ke satu pelanggan. Perusahaan sendiri tidak melihat masalah mengenai keamanan produk.

JPMorgan Securities Japan Co. memperkirakan potensi biaya untuk menggantikan spek tembaga dan aluminium mencapai sekitar 15 miliar yen (US$133 juta).

Namun kerugian perusahaan yang telah berusia lebih dari satu abad tersebut mungkin jauh lebih besar baik dalam hal reputasi maupun tuntutan hukum. Dampak pasar telah terlihat buruk saat investor mengkhawatirkan konsekuensi yang mungkin terjadi.

Nilai pasar Kobe Steel turun menjadi 389 miliar yen pada perdagangan Selasa (10/10), setelah mencapai 498 miliar yen (US$4,4 miliar dolar AS) pada penutupan perdagangan Jumat (6/10). Kemudian pada perdagangan hari ini (11/10), nilainya turun menjadi sekitar 313 miliar yen.

“Pemalsuan data merongrong dasar perdagangan yang adil dan tidak sepantasnya dilakukan,” tegas Deputy Chief Cabinet Secretary Kotaro Nogami, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (11/10/2017).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini