Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank CIMB Niaga Tbk. tenang menanggapi potensi pengetatan likuiditas akibat perubahan skema perhitungan loan to funding ratio menjadi financing to funding ratio.
Presiden Direktur CIMB Niaga Tigor M. Siahaan berpendapat, pengetatan likuiditas merupakan hal wajar yang mungkin terjadi apabila LFR diubah menjadi FFR.
Penyebabnya adalah masuknya pembelian obligasi korporasi nonbank oleh perbankan ke dalam struktur loan.
“Pasti semua bank meningkat [likuiditasnya mengetat] karena produk corporate bonds masuk di dalam loan,” ucapnya menjawab Bisnis, Kamis (12/10/2017).
Belum lama ini terdapat simulasi riset dari ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang menunjukkan adanya potensi pengetatan likuiditas beberapa bank akibat perubahan perhitungan komponen pembiayaan dalam FFR.
Simulasi tersebut dilakukan lima bank kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yakni, Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Dari lima bank tersebut, tiga bank mengalami kenaikan FFR melewati batas batas rentang LFR yang berlaku yakni 80%-92%.
Ketiganya a.l. CIMB Niaga, Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) dengan FFR hasil simulasi masing-masing 103%, 96%, dan 96%.
“Sebagai perusahaan yang sudah advance tidak hanya mengandalkan loan tetapi juga dari berbagai sisi, seperti pasar modal dan MTN. Kami akan terus meningkatkan berbagai exposure, jadi tidak ada masalah [dengan potensi pengetatan likuiditas],” ucap Tigor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel