Rupiah Terkulai Bersama Mayoritas Mata Uang Asia

Bisnis.com,17 Okt 2017, 17:27 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan nilai tukar rupiah berakhir melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (17/10/2017), sejalan dengan pelemahan mayoritas mata uang di Asia.

Rupiah ditutup melemah 0,23% atau 31 poin di Rp13.507 per dolar AS, setelah dibuka dengan pelemahan 0,10% atau 13 poin di Rp13.489. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.478 – Rp13.515 per dolar AS.

Renminbi China yang terdepresiasi 0,46% memimpin pelemahan mayoritas mata uang Asia, diikuti oleh won Korea Selatan sebesar 0,42%, dolar Singapura dengan 0,3%., dan rupee India yang terdepresiasi 0,29% pada pukul 16.48 WIB.

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,16% atau 0,149 poin ke 93,461 pada pukul 16.37 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka di zona merah dengan penurunan hanya 0,002 poin di level 93,310, setelah pada Senin (16/10) berakhir menguat 0,24% di posisi 93,312.

Penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya didukung oleh kenaikan yield obligasi AS menyusul laporan bahwa Presiden Donald Trump lebih menyukai kandidat Gubernur Federal Reserve berikutnya yang bersikap hawkish.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS melambung dari posisi terendah dua pekan dan menguat meyusul kabar bahwa Trump memiliki kesan yang baik atas ekonom Stanford John Taylor, yang terlihat lebih bersikap hawkish daripada Gubernur The Fed saat ini, Janet Yellen.

"Nama Taylor mengejutkan karena dia termasuk dalam daftar terbawah kandidat Gubernur Fed yang diisukan, termasuk Jerome Powell, Kevin Warsh, Yellen, dan (penasihat ekonomi utama Trump Gary) Cohn," kata Shin Kadota, Analis Senior Barclays, seperti dikutip dari Reuters.

Seorang sumber yang diwawancarai Reuters mengatakan, Trump akan bertemu dengan Yellen pada hari Kamis (19/10) waktu AS sebagai bagian dari pencarian kandidat baru untuk posisinya.

“Dolar berada di bawah tekanan karena imbal hasil obligasi AS turun pekan lalu, namun dolar pulih karena Wall Street menguat, data AS yang positif, dan laporan mengenai Taylor karena penurunan imbal hasil terhenti,” kata Junichi Ishikawa, analis mata uang di IG Securities.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini