Bisnis.com, JAKARTA - Transmisi kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia direspons lamban oleh bankir. Penurunan bunga simpanan lebih cepat dilakukan dibandingkan dengan bunga kredit. Bank disinyalir memanfaatkan momen penurunan beban bunga dana untuk menangguk untung dari rentang lebar bunga kredit.
Bank Indonesia pun mendorong perbankan untuk melakukan efisiensi biaya operasional agar transmisi penurunan suku bunga acuan terhadap penurunan suku bunga kredit dapat dipercepat.
Sejak Januari 2016 - September 2017 suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate telah turun sebesar 200 basis poin (bps). Pada rentang waktu yang sama, policy rate tersebut telah tertransmisikan sebanyak 80% kepada suku bunga deposito yang turun 160 bps.
Namun, suku bunga kredit perbankan sendiri baru turun 123 bps. Dengan kata lain baru tertransmisikan sebesar 62%.
Di sisi lain, laba perbankan semakin meningkat pada tahun ini. Sebagai gambaran saja, menurut data Statistik Perbankan Indonesia per Agustus 2017, laba bersih bank-bank umum naik 17,6% menjadi Rp87,79 triliun dari posisi Rp74,6 triliun pada Agustus 2016 (year on year/yoy).
Kenaikan tersebut jauh di atas capaian kenaikan laba bersih bank umum pada Agustus 2016 yakni 9,1% (yoy) dari posisi Rp68,35 triliun pada bulan yang sama tahun 2015.
Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengatakan lambatnya transmisi moneter ke suku bunga kredit antara lain disebabkan keengganan bank untuk mengurangi margin bunga bersih.
"Faktor penyebab yang pertama adalah masalah resiko dan kemudian faktor margin laba," katanya kepada Bisnis, Minggu (22/10/2017).
Dalam penetapan suku bunga kredit, bank-bank memiliki nilai risk premium guna mengantisipasi resiko gagal bayar.
Adapun, suku bunga simpanan sangat berkaitan dengan cost of fund. Dengan suku bunga simpanan yang telah semakin rendah, maka biaya dana perbankan juga akan ikut berkurang.
Menurut Eric, lazimnya suku bunga simpanan lebih cepat turun daripada suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit pun sangat berkaitan erat dengan upaya efisiensi yang dilakukan bank.
"Bagaimana peningkatan efisiensi bank tergantung pada strategi bank masing-masing, tidak otomatis karena suku bunga acuan turun maka setiap bank akan lebih efisien," katanya.
Pada kesempatan terpisah, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara juga mendesak perbankan untuk memacu efisiensi biaya operasional. Selain itu, bank juga didorong memangkas NIM agar suku bunga kredit dapat turun lebih cepat.
"Perbankan memang punya target return on asset dan return on equity dari pemegang saham. Imbauan BI, perbankan harus bisa kendalikan biaya operasinya dalam mencapai target itu. Kalau suku bunga dana sudah turun, logikanya suku bunga kredit juga turun cepat," katanya, akhir pekan lalu.
Menurut Mirza, biaya operasi dan NIM sektor perbankan di dalam negeri masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan negara-negara Asean. Dia mencontohkan biaya operasi terhadap total aset bank di Indonesia sekitar 3%-3,5%, sedangkan di negara Asean lainnya hanya berkisar 1%-2%.
"Artinya perbankan Indonesia tidak efisien sekitar 100 bps - 150 bps. Jadi yang harus bisa diturunkan adalah biaya operasi dengan pakai teknologi dan lain-lain. Jangan COF sudah turun, tapi lending rate tidak turun cepat karena biaya operasi tidak bisa turun," tambahnya.
Sebelumnya Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan dan Moneter BI Dody Budi Waluyo berharap transmisi dapat terus berlangsung hingga akhir tahun sampai suku bunga perbankan akan terus turun sesuai policy rate.
Direktur Keuangan dan Treasuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Iman Nugroho Soeko menyampaikan suku bunga dasar kredit per 30 September 2017 masih belum ada perubahan dari bulan sebelumnya.
Dikutip dari situs resminya, SDBK BTN untuk kredit korporasi masih di level 11%, untuk kredit ritel 11,5%, untuk kredit konsumsi KPR 10,25%, dan untuk kredit konsumsi nonKPR 11,5%.
"SDBK belum ada perubahan dari Agustus. Tetapi kami sudah turunkan produk/debitur yang risk premiumnya paling tinggi. Jadi yang kami bantu duluan dengan menurunkan risik premium yang tinggi agar rangenya tidak terlalu lebar, nanti bertahap jika COF sudah turun permanen, baru SDBK kami turunkan bertahap," katanya kepada Bisnis.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. juga menyatakan penurunan suku bunga acuan BI sebanyak 50 bps dalam dua bulan berturut pada Agustus - September akan mulai efektif diikuti penurunan bunga kredit dalam tiga waktu tiga bulan kemudian.
"Sudah mulai ada penurunan turun, tetapi mungkin pada Desember nanti (akan turun secara efektif), jadi kalau pada Oktober suku bunga acuan turun lagi, mungkin efektifnya pada Januari," katanya.
Adapun, prime lending rate alias SDBK rupiah BRI per tanggal 1 Oktober 2017 dilihat dari segmen bisnisnya yakni 9,95% untuk kredit korporasi, 9,75% untuk kredit ritel, 17,5% untuk kredit mikro. Adapun, untuk kredit konsumsi KPR sebesar 10,25% dan kredit konsumsi nonKPR 12,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel