Gejolak Arab Saudi dan Irak Bayangi Minyak

Bisnis.com,07 Nov 2017, 15:49 WIB
Penulis: Hafiyyan
Minyak West Texas Intermediate/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA--Faktor geopolitik di Arab Saudi dan fundamental pasar global berhasil memanaskan harga minyak ke level tertinggi sejak pertengahan 2015. Dalam sepekan, harga diperkirakan bergerak di dalam rentang US$54,60—US$57,50 per barel.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan, di samping faktor gejolak di Arab Saudi, harga minyak juga memanas akibat masih panasnya situasi di Kurdi, Irak. Sejak masyarakat setempat melakukan referendum, produksi minyaknya terbatas di kisaran 200.000 barel per hari (bph) dari sebelumnya 600.000 bph.

"Dari sisi fundamental suplai, pelaku pasar optimistis kesepakatan OPEC dan non-OPEC akan diperpanjang sampai akhir 2018. Selain itu, data cadangan minyak AS mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir," ujarnya ketika dihubungi Bisnis.com, Senin (6/11) malam.

Adapun dari sisi permintaan, musim dingin yang berlangsung November 2017—Februari 2018 diprediksi lebih ekstrim dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga permintaan komoditas energi seperti minyak, gas alam, dan batu bara semakin meningkat.

Namun, dalam jangka pendek, pasar akan memantau neraca perdagangan China pada Selasa (7/11). Jika volume impor minyak Negeri Panda menurun, ada kemungkinan harga mengalami koreksi.

Secara keseluruhan sampai akhir 2017 harga minyak mentah cenderung memanas. Kuatnya faktor fundamental ditambah sentimen geolpolitik dapat membawa harga WTI mendekati level US$60 per barel.

Pada perdagangan Selasa (7/11) pukul 14:18 WIB, harga minyak WTI di bursa New York turun 10 poin atau 0,17% ke level US$57,25 per barel. Pada saat yang sama, minyak Brent di bursa ICE tergelincir 5 poin atau 0,08% ke level US$64,22 per barel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ana Noviani
Terkini