Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia meminta kepada para calon kepala daerah agar tidak menjadikan kenaikan upah minimum provinsi sebagai janji politik
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai janji menaikan upah minumum provinsi (UMP) akan menjadi bumerang bagi kepala daerah apabila nantinya terpilih. Padahal, hal tersebut tidak efektif untuk mendongkrak elektabilitas.
“Ini menjadi pembelajaran bagi semua calon kepala daerah jangan pernah bawa-bawa urusan upah ke janji politik,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (10/11).
Hariyadi menjelaskan besaran UMP merupakan jaring pengaman sosial khususnya bagi mereka yang baru pertama bekerja. Apabila perhitungannya terus diganggu akan merusak struktur dari sistem tersebut.
UMP, sambungnya, dihitung berdasarkan pembahasan melalui dewan pengupahan. Beberapa elemen di dalamnya antara lain Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Dia menyebut saat ini dunia usaha tengah dan para pemangku kepentingan terkait tengah memutar otak untuk meningkatkan serapan tenaga kerja angkatan baru. Apalagi, banyaknya pemutusan hak kerja pasca efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.
“Tuntutan tidak relevan dengan kondisi perekonomian sekarang. Realitasnya KHL di bawah UMP,” imbuhnya.
Seperti diketahui, kenaikan UMP 8,71% merupakan hasil perhitungan dari data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dirilis Badan Pusat Statistik dengan rincian inflasi nasional 3,72% dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) 4,99%.
Dalam edaran yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia, pemerintah daerah dihimbau agar dapat mengumumkan besaran UMP 2018 secara serentak pada 1 November 2017dan berlaku terhitung 1 Januari 2018.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyebutkan kewenangan penetapan UMP berada di tangan gubernur. Sebaliknya, kenaikan UMP 8,71% yang tercantum dalam surat edaran itu adalah formulasi yang didapat dari Badan Pusat Statistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel