Bisnis.com, JAKARTA — Mengapa zaman sekarang bahkan jebolan sarjana ekonomi bisa tidak sejahtera?
Dalam mata pelajaran Ilmu ekonomi di seluruh dunia diajarkan grafik penawaran dan permintaan. Orang berpikir ketika barang oversupply maka harganya turun. Dalam kenyataannya sejak zaman perang Diponegoro harga properti tidak pernah turun.
Ada tiga deception/tipuan abad ke-21 tentang uang :
1. Pengajar ekonomi mengajarkan bahwa wealth atau kekayaan didistribusikan secara adil kepada masyarakat. Ada orang kaya jatuh miskin, dan ada orang miskin jadi kaya. Bahwa dunia berputar seperti roda kadang diatas kadang di bawah. Tidak lagi.
Uang dulu dianggap sebagai nilai tukar dan memiliki nilai simpan. Itu dulu, sekarang sejak 1970 uang berubah bentuk menjadi kredit bank.
Setiap kali kredit bank disetujui, maka bank mencetak uang baru dalam bentuk u(t)ang loan. Yang tidak diberitahu kepada mahasiswa ekonomi hingga saat ini, u(t)ang ini dicetak setiap detik melalui mekanisme kredit bank.
Sehingga akibatnya u(t)ang komersial bank menjadikan timbulnya dua harga. Ketika kita belanja menggunakan kartu kredit maka kita membayar bunga 10x lipat lebih tinggi daripada kredit dengan agunan.
Mekanisme ini, dengan perbedaan biaya cost of money 10x lipat secara matematika tidak mungkin pemilik agunan akan jatuh miskin, dia membayar kredit 10x lebih ringan.
2. Mengapa dunia berputar seperti roda? Karena ada faktor RISK alias risiko. Bila risiko ini dihilangkan maka Tuhan pun tidak bisa campur tangan dalam mendistribusikan kekayaan.
Bagaimana u(t)ang komersial dicetak setiap hari tetapi tidak tercatat di perhitungan inflasi dan devaluasi? Ternyata kredit bank diutamakan kepada sektor properti. Bukan sulap bukan sihir, kenaikan harga properti tidak diperhitungkan sebagai data kebutuhan pokok inflasi. Kenaikan harga properti dianggap sebuah investasi.
3. Bila faktor perbedaan cost of money 10x lipat dan tanpa risiko, grafik supply dan demand tidak berlaku?
Yup benar. Sejak zaman perang Diponegoro masalahnya ya agraria. Kekayaan dikuasai oleh tuan tanah.
Alhasil risiko spekulasi properti zaman now tidak pernah bisa crash. Loh pada 1998 Indonesia pernah devaluasi. Ya itu jaman old.
Sejak masuk G20 Indonesia bersama-sama mengatur kecepatan pertumbuhan u(t)ang kredit bank secara sinkron oleh pasar G20 yang mewakili 80% pasar global.
Bagaimana dengan negara-negara dikawasan timur tengah dan Afrika yang tidak ikut pasar G20. Entahlah, mungkin mereka ikut G80?
Penulis:
Ir Goenardjoadi Goenawan, MM
Penulis buku seri "Money Intelligent" dan e-book "Hidup adalah Pemekaran Berkah"
Dapatkan e-book "Kekuasaan adalah Key Driving Force Uang" ptangsanadwitunggal@gmail.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel